Selasa, 07 April 2015

La Tenebre



Pada hari Raya Jumat Agung, Skolastikat SCJ Yogyakarta mengadakan Tenebre yaitu Ibadat untuk merenungkan Tujuh Sabda Yesus di kayu salib dan Pemakaman Yesus Kristus. La Tenebre (artinya kegelapan), merupakan adaptasi dari Officium Tenebrarum yang biasa dilakukan gereja-gereja dan biara-biara kuno juga biara kontemplatif hinga saat ini.

Ibadat Tenebre kali ini dimeriahkan oleh kelompok koor dari para Frater SCJ komunitas VVP (Visma Vijaya Praya) dan KMPKS (Keluarga Mahasiswa dan Pelajar Katolis Sumatera bagian Selatan) serta dipimpin oleh RP. Yulius Sunardi SCJ. Segenap umat dan orang muda  juga turut hadir untuk mengikuti ibadat Tenebre ini. 

Tujuan ibadat ini adalah untuk ikut serta mengalami peristiwa pemakaman jenazah Yesus dan merasakan suasana pada saat pemakamanNya. Selain itu Ibadat ini juga dimaksudkan supaya kita ikut merasakan kondisi dunia ketika Yesus, Sang Terang Dunia, tidak berada lagi di dunia ini. Ibadat ini juga sekaligus mengarahkan kita pada perayaan Malam Paskah.


Ibadat Tenebre ini diawali dengan ritus pembuka dan kemudian dilanjutkan dengan renungan ketujuh sabda Yesus diatas kayu salib. Setelah dibacakan sabda dan permenungan dinyanyikan lagu dan kemudian misdinar mulai mematikan satu persatu lilin yang ada di altar. Lilin besar yang diletakkan ditengah altar adalah simbol Yesus sendiri, sedangkan ketujuh lilin yang lain adalah simbol dari ketujuh sabda terakhir yang diucapkan Yesus ketika tergantung disalib. 

Setelah ketujuh lilin dimatikan, semua lampu di dalam kapel dimatikan. Kegelapan (tenebre) menyelimuti suasana kapel, hanya cahaya dari lilin besar yang merupakan cahaya dari Sang Terang Yesus Kristus sendiri. Kemudian pemimpin ibadat mengambil lilin besar yang masih menyala dan membawa pergi menjauhi Altar sebagai simbol ‘Sang terang’ meninggalkan dunia. Pada saat yang sama, semua yang hadir menimbulkan kegaduhan, biasanya dengan memukul-mukulkan Buku Ibadat Harian (Brevir) ke bangku. Ini untuk mensimulasikan gempa yang terjadi saat Yesus wafat. Semakin jauh lilin di bawa pergi semakin keras kegaduhan terjadi sebagai tanda dunia semakin mengalami kekacauan dan penderitaan. Kegaduhan ini menandakan keadaan dunia tanpa Sang terang. Dunia ada dalam kegelapan dan kekacauan. Saat lilin besar yang terakhir dipadamkan (disembunyikan) terdengarlah bunyi petasan (gong) yang mensymbolkan batu besar telah menutup kubur Yesus.

Tubuh Yesus telah dimakamkan dan disambut oleh sepi dan dinginya pratala. Dunia gelap dan senyap. Bumi menerima tubuh Tuhan. Ruangan kapel tetap dibuka, dengan maksud untuk mempersilahkan bagi siapa saja yang ingin menikmati keheningan bersama Yesus dan merenugkan misteri Salib. Semua lampu dimatikan sampai malam kebangkitan Tuhan tiba. Suasana menjadi sunyi senyap, seperti suasana kubur yang gelap, namun tetap penuh pengharapan, menantikan Sang Terang bangkit dari kematian pada hari Paskah.

Setelah ibdat Tenebre selesai, umat yang hadir dipersilahkan untuk menikmati makanan dan minungan ringan sembari mensharingkan peristiwa yang baru dialami. Ibadat Tenebrae ini merupakan agenda rutin di Skolastikat SCJ setiap Jumat Agung dan juga menjadi tradisi untuk membantu merenungkan  wafatnya Yesus Kristus lebih dalam lagi.


di tulis oleh fr. Maxi SCJ (frater skolastik yang tinggal di Skolastikat SCJ Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar