Pada
hari Raya Jumat Agung, Skolastikat SCJ Yogyakarta mengadakan Tenebre yaitu Ibadat untuk merenungkan Tujuh
Sabda Yesus di kayu salib dan Pemakaman Yesus Kristus. La Tenebre (artinya kegelapan), merupakan adaptasi dari Officium Tenebrarum yang biasa
dilakukan gereja-gereja dan biara-biara kuno juga biara kontemplatif hinga saat
ini.
Ibadat
Tenebre kali ini dimeriahkan oleh
kelompok koor dari para Frater SCJ komunitas VVP (Visma Vijaya Praya) dan KMPKS (Keluarga Mahasiswa dan Pelajar
Katolis Sumatera bagian Selatan) serta dipimpin oleh RP. Yulius Sunardi SCJ.
Segenap umat dan orang muda juga turut
hadir untuk mengikuti ibadat Tenebre
ini.
Tujuan
ibadat ini adalah untuk ikut serta mengalami peristiwa pemakaman jenazah Yesus
dan merasakan suasana pada saat pemakamanNya. Selain itu Ibadat ini juga
dimaksudkan supaya kita ikut merasakan kondisi dunia ketika Yesus, Sang Terang
Dunia, tidak berada lagi di dunia ini. Ibadat ini juga sekaligus mengarahkan
kita pada perayaan Malam Paskah.
Ibadat
Tenebre ini diawali dengan ritus
pembuka dan kemudian dilanjutkan dengan renungan ketujuh sabda Yesus diatas
kayu salib. Setelah dibacakan sabda dan permenungan dinyanyikan lagu dan
kemudian misdinar mulai mematikan satu persatu lilin yang ada di altar. Lilin
besar yang diletakkan ditengah altar adalah simbol Yesus sendiri, sedangkan
ketujuh lilin yang lain adalah simbol dari ketujuh sabda terakhir yang
diucapkan Yesus ketika tergantung disalib.
Setelah
ketujuh lilin dimatikan, semua lampu di dalam kapel dimatikan. Kegelapan (tenebre) menyelimuti suasana kapel,
hanya cahaya dari lilin besar yang merupakan cahaya dari Sang Terang Yesus
Kristus sendiri. Kemudian pemimpin ibadat mengambil lilin besar yang masih
menyala dan membawa pergi menjauhi Altar sebagai simbol ‘Sang terang’
meninggalkan dunia. Pada
saat yang sama, semua yang hadir menimbulkan kegaduhan, biasanya dengan
memukul-mukulkan Buku Ibadat Harian (Brevir) ke bangku. Ini untuk
mensimulasikan gempa yang terjadi saat Yesus wafat. Semakin jauh lilin di bawa
pergi semakin keras kegaduhan terjadi sebagai tanda dunia semakin mengalami
kekacauan dan penderitaan. Kegaduhan ini menandakan keadaan dunia tanpa Sang terang.
Dunia ada dalam kegelapan dan kekacauan. Saat lilin besar yang terakhir dipadamkan
(disembunyikan) terdengarlah bunyi petasan (gong) yang mensymbolkan batu besar
telah menutup kubur Yesus.
Tubuh
Yesus telah dimakamkan dan disambut oleh sepi dan dinginya pratala. Dunia gelap
dan senyap. Bumi menerima tubuh Tuhan. Ruangan kapel tetap dibuka, dengan
maksud untuk mempersilahkan bagi siapa saja yang ingin menikmati keheningan
bersama Yesus dan merenugkan misteri Salib. Semua lampu dimatikan sampai malam
kebangkitan Tuhan tiba. Suasana menjadi sunyi senyap, seperti suasana kubur
yang gelap, namun tetap penuh pengharapan, menantikan Sang Terang bangkit dari
kematian pada hari Paskah.
Setelah
ibdat Tenebre selesai, umat yang hadir dipersilahkan untuk menikmati makanan dan
minungan ringan sembari mensharingkan peristiwa yang baru dialami. Ibadat
Tenebrae ini merupakan agenda rutin di Skolastikat SCJ setiap Jumat Agung dan
juga menjadi tradisi untuk membantu merenungkan wafatnya Yesus Kristus lebih dalam lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar