Pagi itu di Gereja Stasi Emmanuel
Ngawen lebih rame dari biasanya, bahkan kesibukan umat telah nampak beberpa
minggu sebelumnya dengan adanya doa novena setiap Mingguuntuk kaul kekal
seorang bruder SCJ yang berasal dari stasi itu. Dan hari itu tepatnya tanggal
18 Januari 2015 umat stasi Ngawem Paroki Muntilan punya hajatan dengan
diadakannya peristiwa yang luar biasa bagi umat Ngawen. Bahkan bapak Saptandio
ketua panitia Perayaan Kaul Kekal Bruder Antonius Sugeng Parwoto SCJ tidak
kuasa menahan haru saat harus menyampaikan sambutannya di akhir perayaan
tersebut.
Br. Sugeng, demikian biasa
dipanggil, adalah putra dari Stasi Ngawen Paroki Muntilan. Putra dari pasangan
Bapak Paulus Muh Awal dan ibu Chatarina Kartinah ini berkeinginan untuk selalu
setia melayani bahkan dalam hal-hal kecil meski tidak diperhatikan dan dikenal
orang lain. Dengan menjadi bruder dia berharap keinginan tersebut dapat
terwujud.
Setelah mengalami perjalanan yang penjang dalam menghayati panggilan sebagai seorang bruder SCJ, akhirnya anak bungsu dari dua bersaudara ini memberanikan diri untuk mengikhrarkan kaul kekalnya. Motto yang dipilihnya adalah “Ambilah aku menjadi milikmu.” (Kel. 34:9). Motto ini senantiasa menyadarkan bruder lulusan D3 PIKA Semarang ini akan penyertaan dan cinta Tuhan yang begitu besar dalam lika-liku panggilannya, maka dengan penuh kepasrahan bruder yang bekerja di bengkel kayu Seminari St. Paulus Palembang ini memberikan dirinya bagi Tuhan dan sesama.
Perayaan Ekaristi dalam rangka
kaul kekal bruder Sugeng SCJ dipimpin sendiri oleh Pater Propinsial SCJ, Pater
Andreas Madya Sriyanto SCJ dan didampingi RP. FX. Tripriyo Widarto SCJ dan RP. Yohanes
Subagyo SJ. Tentu saja para bruder SCJ Indonesia hadir mendukung saudara bungsu
mereka yang mengikharkan kaul kekal serta para Imam dan Suster dari beberapa
kongregasi ikut mendukung peristiwa sakral ini. Perayaan Ekaristi menjadi
semakin sakral dengan iringan musik orkestra dari mahasiswa ISI Yogyakarta dan
kelompok paduan suara umat setempat.
Suasana desa yang akrab dan penuh
persaudaraan juga nampak kental pada acara ini, khususnya acara ramah tamah dan
santap siang bersama. Menu makan siang yang dikemas dengan sederhana namun
sangat mengesan dengan ‘pincukan’ (red:
menggunakan daun pisang sebagai tempat makan) dan menu desa yang khas yang
menggugah selera serta dihibur dengan orgen tunggal dengan irama-irama campur
sari dan tembang-tembang populer lainnya.
Foto-foto bisa Anda lihat di: https://plus.google.com/photos/111270483211043858584/albums/6107048825182462129