Kamis, 28 Agustus 2014

"Si Putih yang Menjawab Undangan Allah"




Kisah panggilan Rm. ALBERTUS JONI, SCJ
 
                Kulit putih tak selamanya enak! Kulit putih diakon Albertus Joni, SCJ kelahiran Jambi,       16 November 1985 ini seringkali membuat orang lain tak percaya bahwa ia seorang biarawan. Tipikal wajahnya yang keturunan Tionghoa ini memang seringkali membuatnya dikira sebagai salesman atau pedagang. Tumbuh dalam keluarga Bapak Hendra Siauw dengan akar Buddhis dan tradisi Tionghoa yang kental, Romo yang hobi membaca ini memang awalnya dilarang sang ayah untuk menjadi biarawan. ''Akong (kakek) mu bisa mengamuk dan bangun
dari kuburan kalau cucu laki-laki pertamanya tidak kawin
!" demikian bentak sang ayah yang pantang anak laki-Iaki penerus marga ini hidup selibat. Untunglah Ibu Rita Lie - mama tercintanya yang telah dibaptis Katolik sejak kecilmendukung cita-citanya dan terus memberi semangat.

Awal panggilannya tumbuh karena ia dimarahi sang ibu karena hendak merebut dan mencicipi hosti mamanya waktu kelas 3 SD. Tentu saja sang mama melarang! Dalam hati kecilnya ia berujar bahwa suatu saat nanti ia akan jadi Romo supaya bisa makan hosti yang besar sekali itu dan minum dari 'gelas' emas. Ternyata Hati Yesus mulai mengundang dia ambil bagian pada imamat-Nya dari peristiwa sepele itu: rebutan hosti kudus! Si kecil ini lalu tumbuh dan mulai rajin mengikuti misa harian sebagai misdinar. Lama-kelarnaan cita-cita itu makin kuat terasa dalam dirinya dan ketika lulus dari SMP Xaverius I [ambi, Hati Yesus menuntun dia melalui Rm. Puryanto, SCJ dan Rm. Y.G. Marwoto, SCJ untuk masuk ke Seminari Menengah St. Paulus, Palembang.

Setelah "kabur" ke Seminari St. Paulus, Palembang dan sang ayah marah besar, frater bermata sipit ini mulai belajar dan menyesuaikan diri dengan bahasa dan budaya Jawa yang kental dalam pergaulan. Di Seminari, misalnya, ia pernah diajari sesat oleh kakak tingkatnya bahwa tata krama untuk mengatakan "Permisi, saya numpang lewat" bagi orang Jawa adalah dengan sedikit membungkuk sambil berkata "Kulo nuwun, kulo segawon pethak" (terjemahan: "Permisi, saya anjing putih" he he he). Awalnya memang sulit menyesuaikan diri karena latar belakang yang sungguh berbeda. Namun di sepanjang perjalanan panggilannya, ia mengalami Allah yang selalu menyertai dan menolong di masa penuh pergulatan.

Karya Allah itu makin nyata saat ia masuk dan bergabung bersama Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus di tahun 2004. SCJ menjadi sebuah keluarga besar di mana para anggotanya belajar memberi cinta dan perhatian satu sama lain. Satu hal lain yang menarik hatinya adalah bahwa SCJ benar-benar berani melayani di pedalaman yang jauh, terpencil dan banyak tantangan. Teman-temannya di luar biara banyak yang mengatakan bahwa pilihannya adalah pilihan bodoh; apalagi Kongregasi yang dipilih adalah SCJ yang diplesetkan sebagai 'Serikat Cowok Jomblo'. Tetapi apa yang dipandang bodoh di mata dunia, justru berharga di mata Allah. Dunia memang kadang tak bisa mengerti pilihan istimewa ini. "Biarlah demikian adanya, karena bagiku Kristus adalah segala-galanya dan segal a sesuatu yang lain kuanggap sampah karena perjumpaanku dengan Dia!" Demikian kutipan dari Surat St. Paulus pada jemaat di Filipi 3:8 yang banyak menguatkan panggilannya.

Setelah menyelesaikan Tahun Orientasi Pastoral dan Panggilan (TOPP) di Campus Ministry Sekolah Tinggi MUSI tahun 2011, ia maju ke depan altar untuk mengucapkan kaul kekalnya sebagai seorang Dehonian di Yogyakarta dan ditahbiskan sebagai diakon pada 15 Agustus 2013. Frater Joni kemudian meneruskan studi S2 Teologi di Fakultas Pontifikal Teologi Wedabhakti hingga 2014 ini. Kini ia memberanikan diri untuk maju sekali lagi ke depan altar - berkat dukungan semua formator, konfrater SCJ, anggota keluarga dan seluruh umat Allah - untuk ditahbiskan sebagai Imam Hati Kudus Yesus.

Biarawan-Imam SCJ muda ini meyakini bahwa semua rahmat Allah yang luar biasa ini adalah sebuah 'sarana' untuk terus menggali makna kehidupan hingga saatnya sampai pada Sang Kebenaran. Di tengah pencarian terus menerus ini, ada sudut hati kita yang selalu gelisah dan terus mengembara sebelum ia menemukan labuhannya di hadirat Hati Yesus. Maka, sedari dulu ia telah memilih motto pribadi: "Veritas vos liberabit!" ("Kebenaran akan memerdekakan kamu!") dari Injil Yoh 8:32. Bukankah kita tahu tujuan akhir hidup kita bersama Allah? Karena itu, imam muda ini memiliki komitmen untuk terus belajar setia menimba makna kehidupan bersama saudara se-tarekat dan umat Allah di sepanjang hidup imamatnya untuk menuju Sang Kebenaran Sejati.

"Cukuplah Kasih Karunia-Ku Bagimu!"



Kisah panggilan Rm. ANDREAS NUGROHO, SCJ

Diakon Andreas Nugroho terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dan dibesarkan di daerah yang "kaya air" yaitu Desa Tirta Kencana, Makarti Jaya- Musi Banyu Asin, salah satu desa di Paroki Allah Mahamurah, Pasang Surut.
Di desa inilah, benih panggilan itu mulai tumbuh dalam dirinya. Keluarganya biasa berangkat bersama ke Gereja setiap minggu untuk merayakan Ibadat sabda atau Ekaristi. Kebiasaan keluarga itu ternyata secara pelan-pelan menumbuhkan keinginan untuk menjawab panggilan Tuhan. Ada semacam "kehausan' dalam dirinya untuk mengenal secara lebih dalam tentang pengetahuan imannya. Karena memang sungguh tidak ada yang mengajarinya tentang kekayaan iman Katolik. Selama di rumah, pengetahuan agama yang bisa didapat hanya dengan membaca dari .Buku Puji Syukur dan Kitab Suci, itu pun Kitab Suci Perjanjian Baru.
Walaupun di tengah keprihatinan, di mana tidak ada pelajaran agama, perayaan Ekaristi hanya sekali setiap bulannya, hidup di tengah masyarakat mayoritas, ternyata tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi alat-Nya. la pun membicarakan keinginannya untuk menjadi Pastor. Kedua orangtua mengijinkan dan memberi restu kepada anak sulungnya ini. Setelah lulus SMP, ia melanjutkan pendidikan ke Seminari Menengah Santo Paulus, Palembang. Pengalaman hidup di seminari sungguh menantang. Untuk pertama kalinya ia pisah dari orang tuanya. Awal-awal hidup di asrama dan pisah dari orangtua ada rasa 'mbok-mboken' (nangis inget mamak- ibu). Proses pendidikan dijalaninya dari hari ke hari bersama dengan para seminaris lainya. Para Romo dan Suster yang mendampingi proses pendidikan menghantarnya pada kesungguhan dalam menjalani hidup panggilan.
Hidup di seminari itu menyenangkan, membahagiakan karena bertemu dengan saudara seiman, hidup serumah, mendapatkan pengetahuan iman yang dulu belum pernah didapatkannya, didampingi oleh para romo dan suster. Mereka menjadi 'tampungan' keluh kesah dan pengalaman hidup, entah itu pengalaman studi, relasi dengan lawan jenis
dan keluarga.
Makanan kesukaannya adalah mbothe (sekerabat dengan talas-umbi-umbian) dan pisang goreng. Olahraga yang paling disukainya adalah bola voli dan badminton. Diakon Andreas Nugroho, SCJ memilih motto imamat, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu .."(2Kor 12:9). Panggilan hidup sebagai seorang religius menimbulkan rasa kagum dan ketertarikan untuk terus mengalaminya. Kekaguman dalam menjalani hidup religius bukan pertama-tama karena kehebatan diri. Kekaguman itu muncul karena rahmat Allah turut bekerja dalam perjalanan hidup khususnya sebagai religius. Kebahagiaan yang muncul di tengah kegalauan dan kesusahan, secercah harapan di tengah keputus-asaan. Rasa kagum inilah yang memunculkan keinginan untuk lebih tekun menjalani panggilan ini.
Kasih yang diberikan Allah sudah cukup bahkan lebih dari cukup untuk membekali diridalam menjalani panggilan Allah. Kasih Allah nyata dalam diri Yesus yang mempersembahkan, menyerahkan diri dalam rangka pewartaan Kerajaan Allah. Santo Paulus mampu memegahkan diri atas kelemahan bukan karena ia bebal dan keras kepala sehingga tidak mau mengubah diri. la bermegah atas kelemahan karena dalam kelemahan itu, rahmat Allah bekerja atas dirinya. Denganmengetahui dan menyadari situasi kepribadian diri dengan segala kelemahan dan kelebihan maka mampu memberi ruang bebas bagi rahmat Allah bekerja atas diri seseorang.
"Saya selalu diyakinkan bahwa kebahagiaan saya terletak pada pemberian diri bagi sesama. Ada sebuah kebahagiaan dan kepuasan bila bisa memberikan diri dalam pelayanan dan menularkan pengetahuan dan pengalaman iman kepada orang lain agar semakin banyak orang bisa merasakan bahwa Allah Imanuel-Allah menyertai umat-Nya".

"Hantarlah Banyak Orang kepada Yesus!"

Kisah panggilan Rm. Andreas Budiyo SCJ



"Ande" Begitu terman-teman dan tetangga di desa memanggilku. Mungkin karena mereka kesulitan harus mengucapkan huruf r di tengah-tengahnya, Andre. Bahkan tidak jarang mereka mengkaitkan namaku dengan kisah terkenal dalam budaya jawa, Ande-ande Lumut. Panggilan Ande dengan mudah dikaitkan dengan tokoh Ande-ande lumut yang harus "turun" dari pertapaan karena dorongan sang ibu karena ada putri-putri yang tertarik dengan dia. Kisah Ande-ande lumut berakhir dengan keputusannya memilih seorang putri yang secara fisik tidak menarik namun memiliki ketulusan dan kejujuran. Ande-ande lumut diantar oleh banyak pihak untuk sampai pada sebuah pilihannya.
Seperti kisah Ande-ande Lumut', demikian pula kisah panggilanku. Ada banyak orang yang mengantarkan aku sampai panggilan ini. Aku merasa bersyukur dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang sederhana namun memiliki dasar iman katolik yang kuat. Sejak kecil bapak telah menanamkan kesederhanaan kepada kami. Bahkan sebagai anak ragil dari 6 bersaudara, saya pun diajari apa arti sebuah kesederhanaan. Bapak mengantarkan aku untuk belajar di TK-SD Xaverius (sekarang Fransiskus) Kalirejo. Berbekal menu seadanya, setiap pagi aku diantar dengan sepeda 'Onthel' tua milik bapak untuk sampai di jalan raya menuju sekolah. Bapak mendaftarkan aku ke sekolah Katolik amat berharap bahwa kelak aku memiliki dasar iman yang kuat Tugas bapak untuk menemani kami selesai karena Bapa di surga menghendaki berbeda. Bapak berpulang kepada Bapa  saat aku duduk di bangku kelas 3 SD. Tugas Bapak masih tetap aku rasakan hingga saat ini: saat aku menentukan pilihanmenjadi seorang Dehonian.
Selain bapak, ada simbok dan kakak-kakakku yang telah mengantarkan aku hingga saat ini. Setelah bapak meninggalkan kami, Simbok berperan sebagai bapak, terman, sahabat dan orang tua bagiku. Dengan penuh kesabaran dan kerja keras, simbok mendampingiku melanjutkan pendidikan sekolah Xaverius meski yang harus menanggung beban biaya yang cukup besar. Simbok selalu memberi kesempatan padaku untuk terlibat di berbagai kegiatan Gereja dan lingkungan. Dengan begitu, aku semakin akrab dengan kegiatan-kegiatan Gereja. Kegiatan misdinar, legio Mariae, sampai tugas-tugas di Gereja membuatku semakin mengerti arti sebuah pelayanan. Demikian juga ketiga kakak laki-laki dan dua kakak perempuan yang tak pernah lelah mengajariku banyak tentang kehidupan. Dengan cara mereka masing-masing, mereka menuntun aku semakin dewasa melewati berbagai tantangan dalam menapaki panggilan.
Panggilan untuk menjadi biarawan semakin jelas karena tuntunan Br. Krismanto,FIC. Dengan gaya bicara yang bersemangat, beliau mengenalkan kehidupan biara dan para religius. Bahkan tanpa aku sadari, beliau menginspirasiku untuk tetap bersemangat dalam situasi apapun. Aku ingat betul waktu itu, dengan sepeda onthel aku diajak berkeliling menuju Goa Maria La Verna. Sembari berziarah, aku diajak berkunjung ke biara-biara yang ada di Kalirejo dan Pringsewu. Dari beliau aku telah diantar untuk sermakin mengenal hidup membiara dan panggilan untuk menjadi imam.
Tidak ada pernah ada sebuah kebetulan dalam hidup. Tuhan selalu punya rencana dalam setiap peristiwa. Demikian juga dalam hidup panggilanku. Bukanlah sebuah kebetulan sejak TK aku telah disekolahkan di SD Fransiskus Kalirejo yang jaraknya berpuluh kilometer dari rumahku. Dimana aku menghabiskan separuh hari-hariku. Disana aku bisa berkembang tidak hanya secara inteletual, namun juga berkembang secara spiritual. Bukan pula sebuah kebetulan aku berkembang dalam tuntunan simbok yang tidak hanya mengajarkan arti sebuah kesederhanaan, namun juga sebuah pengorbanan yang total. Demikian juga kelima saudara kandung yang menuntun aku sampai imamat suci ini. Dan bukan pula sebuah kebetulan, aku diberi nama baptis Santo Andreas yang setia menyertai Yesus. Dia menghantarkan banyak orang sampai pada perjumpaan dengan Yesus.

"Kerjakanlah tugas-tugas yang telah dipercayakan kepadamu dengan cinta," demikian nasehat kakak tertuaku sebelum aku berangkat ke tempat aku menjalani masa diakonat SMP Yos Sudarso, Metro. Berbekal pengalaman kasih dalam keluarga inilah, aku menghayati perutusanku di Asrama Leo Dehon dan SMP Yos Sudarso. Aku datang untuk menemani dan menghantar anak-anak semakin mengenal Yesus dalam kehidupan di asrama. Kehadiranku dalam kegiatan-kegiatan di asrama menjadi sarana paling nyata untuk menunjukkan jalan sebagai Anak-anak Allah. Aku hadir sebagai orang tua, ternan dan sahabat bagi mereka. Dan aku semakin sadar melalui panggilan imamat suci inipun aku mampu menghantar banyak orang untuk sampai pada Yesus. Aku menjadi alat-Nya yang kecil di tengah dunia saat ini. Semoga DIA semakin dikenal dalam seluruh karya pelayanan dan hidupku.

Aku bersyukur karena Cinta Hati Kudus Yesus yang senantiasa memampukan aku melewati setiap peristiwa hidupku hingga saat ini. Terima kasih kepada bapak yang pasti selalu mendoakan aku dari surga. Terima kasih kepada Simbok yang telah melahirkan dan menuntun aku sampai pada Tahbisan suci ini. Kepada Mas Widodo, Mas Doyo, Mas Tondo, Mbak Dayati, Mbak Yuli terima kasih telah mengarahkan aku dengan sabar sampai pada hari ini. Demikian juga kepada guru-guru, para konfrater SCJ sebagai formator dan semua pihak yang telah menjadi 'perantara' Kasih Allahbagiku. Semoga hidup kita pun menjadi berkat dan perantara Rahmat Allah bagi sesama.