Jumat, 23 Januari 2015

“Ambilah aku menjadi milikMU” Prasetya Kekal Br. Antonius Sugeng Parwoto SCJ



Pagi itu di Gereja Stasi Emmanuel Ngawen lebih rame dari biasanya, bahkan kesibukan umat telah nampak beberpa minggu sebelumnya dengan adanya doa novena setiap Mingguuntuk kaul kekal seorang bruder SCJ yang berasal dari stasi itu. Dan hari itu tepatnya tanggal 18 Januari 2015 umat stasi Ngawem Paroki Muntilan punya hajatan dengan diadakannya peristiwa yang luar biasa bagi umat Ngawen. Bahkan bapak Saptandio ketua panitia Perayaan Kaul Kekal Bruder Antonius Sugeng Parwoto SCJ tidak kuasa menahan haru saat harus menyampaikan sambutannya di akhir perayaan tersebut.



Br. Sugeng, demikian biasa dipanggil, adalah putra dari Stasi Ngawen Paroki Muntilan. Putra dari pasangan Bapak Paulus Muh Awal dan ibu Chatarina Kartinah ini berkeinginan untuk selalu setia melayani bahkan dalam hal-hal kecil meski tidak diperhatikan dan dikenal orang lain. Dengan menjadi bruder dia berharap keinginan tersebut dapat terwujud. 

Setelah mengalami perjalanan yang penjang dalam menghayati panggilan sebagai seorang bruder SCJ, akhirnya anak bungsu dari dua bersaudara ini memberanikan diri untuk mengikhrarkan kaul kekalnya. Motto yang dipilihnya adalah “Ambilah aku menjadi milikmu.” (Kel. 34:9). Motto ini senantiasa menyadarkan bruder lulusan D3 PIKA Semarang ini akan penyertaan dan cinta Tuhan yang begitu besar dalam lika-liku panggilannya, maka dengan penuh kepasrahan bruder yang bekerja di bengkel kayu Seminari St. Paulus Palembang ini memberikan dirinya bagi Tuhan dan sesama.


Perayaan Ekaristi dalam rangka kaul kekal bruder Sugeng SCJ dipimpin sendiri oleh Pater Propinsial SCJ, Pater Andreas Madya Sriyanto SCJ dan didampingi RP. FX. Tripriyo Widarto SCJ dan RP. Yohanes Subagyo SJ. Tentu saja para bruder SCJ Indonesia hadir mendukung saudara bungsu mereka yang mengikharkan kaul kekal serta para Imam dan Suster dari beberapa kongregasi ikut mendukung peristiwa sakral ini. Perayaan Ekaristi menjadi semakin sakral dengan iringan musik orkestra dari mahasiswa ISI Yogyakarta dan kelompok paduan suara umat setempat. 

Suasana desa yang akrab dan penuh persaudaraan juga nampak kental pada acara ini, khususnya acara ramah tamah dan santap siang bersama. Menu makan siang yang dikemas dengan sederhana namun sangat mengesan dengan ‘pincukan’ (red: menggunakan daun pisang sebagai tempat makan) dan menu desa yang khas yang menggugah selera serta dihibur dengan orgen tunggal dengan irama-irama campur sari dan tembang-tembang populer lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar