Menyambut
Orang Asing
Surat untuk
Pesta Hati Kudus
Untuk semua Dehonian
Untuk semua Anggota Keluarga Dehonian
PERJUMPAAN
DENGAN ORANG ASING
Dalam perjalanan kembali dari Koodal
menuju Aluva, sebuah kota di selatan India, kami berhenti di sebuah warung desa
kecil di pinggir jalan. Kami mengalami banyak pengalaman di daerah ini kecuali
keheningan: banyak aktivitas di jalan, pengeras suara, spanduk, penyanyi,
penari, logo partai politik. Kami terperangkap dalam kampanye pemilu. Suara-suara
itu sungguh luar biasa. Setelah perjalanan panjang dengan mobil, kami merasa lelah,
lapar, dan haus. Di dalam warung yang sedikit lebih tenang, Rm. Thomas Vinod SCJ (Superior Distrik India)
memesankan masing-masing untuk kami, Pepsi-Cola dan makanan ringan yang sangat populer di Kerala –
yaitu dadar tepung gulung dengan sayuran, dan relatif pedas.
Seorang pria yang duduk di seberang
meja saya, seorang India yang tua, dan memesan hal yang sama, kecuali dia tidak
memesan Pepsi tetapi memilih segelas teh. Setelah dia selesai makan, dia
menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki dan bertanya: "Apakah Anda bermain
basket?" "Tidak" jawab saya. "Saya kurang bagus bermain
basket." Kami kemudian berbicara tentang olahraga di India dan Jerman.
Kemudian, ketika kami para dehonian (Rm. Thomas Vinod SCJ, Rm. Steve
Huffstetter SCJ, Rm. Lenin James SCJ dan saya) meninggalkan warung dan menuju
mobil, teman ngobrol saya dari seberang meja tadi mendekati saya lalu menunjuk pada
kalung dehonian yang saya pakai dan bertanya, "Apa itu?" "Ini
Kalung Salib dari kayu.” Jawabku. "Bagus!" Katanya, "Anda juga
percaya pada kekuatan magic!"
Siapa pun yang melakukan perjalanan
mengharapkan kejutan. Beberapa kejutan membuat kita tidak mengungkapan dengan
kata-kata. Perjalanan mengubah seseorang. Berkontak dengan budaya asing, berkontak
dengan orang asing, merefleksikan gagasan-gagasan baru akan mengubah kita. Seseorang
menjadi berubah. Seseorang menjadi berbeda. Dia berubah. Tanpa transformasi ini,
tidak ada kehidupan.
MIGRASI: Sebuah tanda di zaman kita
Begitu banyak perjumpaan
menghasilkan kehidupan baru. Kemungkinan di masa-masa ini diperkuat karena
tidak pernah dalam sejarah memiliki begitu banyak orang bepergian dalam
pencarian kehidupan, seperti pada awal abad ke-21. Pada akhir abad ke-19 Rm.
Dehon menyaksikan sendiri tantangan yang disebabkan oleh Revolusi Industri di
Perancis. Bersama dengan kongregasinya, Rm. Dehon ingin memberikan jawaban atas
masalah dan kebutuhan, tetapi juga untuk peluang dan kemungkinan revolusi
industri bagi masyarakat. Landasan dari tanggapannya, pelabuhan yang dalam bagi
tindakannya, adalah ia tertangkap oleh pengabdian kepada Hati Kudus. Dia ingin
hidup dan bertindak seperti Yesus.
Rm. Dehon telah membuka akal
budinya, sehingga dapat merasakan detak jantung Hati Yesus, agar mampu
menjadikan detak Hati Yesus detaknya, dan pandangan mata Yesus pandangan
matanya. Dia ingin menanggapi dengan cara seperti seperti yang dirasakan oleh Yesus
dan bertindak seperti Dia, dengan penuh gairah.
Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang dimaksudkan oleh Rm. Dehon
ini mirip pengertiannya dengan Migrasi yang terjadi pada awal abad ke-21 yaitu migrasi.
Sebagai dehonian kita melihat migrasi sebagai tantangan terbesar dari zaman
kita.
Saat ini di Afrika, Asia, Amerika,
dan Eropa puluhan juta orang meninggalkan rumah mereka. Mereka bergerak dari
pedesaan ke kota-kota besar, dari satu negara ke negara lain, dari satu benua
ke benua lain. Mengapa? Karena mereka berada dalam kesulitan ekonomi, seperti
pernah dialami oleh Abraham ketika ia melakukan perjalanan ke Mesir "untuk
tinggal di sana" (Kej 0:10) karena Kanaan dilanda bencana kelaparan. Yang Lainnya
meninggalkan negara mereka, bukan karena bencana alam, tetapi karena negara mereka
dikuasi oleh “geng-geng (penjahat/teoris)” dan perang. Lainnya yang melarikan
diri karena mereka mengalami penderitaan dan penindasan serta dieksploitasi
oleh sistem yang tidak adil. Dalam kesetiaan yang dinamis kepada pendiri, kita
ingin berakar dalam sikap dan disposisi yang sesuai dengan sikap dan disposisi Yesus,
dalam menanggapi isu-isu migrasi.
Dehonian dan Migrasi
Dalam tahun-tahun mendatang kongregasi
ingin memberi perhatian khusus pada Belaskasih/Kerahiman
Allah. Dalam belaskasih Allah kita melihat kunci kasih Allah bagi umat manusia.
"Allah adalah Belaskasih," mewujudkan pengalaman dan keyakinan Paus Fransikus.[1] Dalam
surat yang kami tujukan untuk Anda, kita
membiarkan diri kita dibimbing oleh tujuh karya Jasmani dan spiritual belaskasihan.
Dalam surat pada kesempatan ulang tahun Rm. Dehon ini, pada tanggal 14 Maret
2016, di antara karya-karya spiritual belaskasih, kami meminta perhatian pada:
"menanggung kesabaran orang-orang
yang meragukan/melecehkan". Sehubungan
dengan tugas ini, kami sekarang mengundang Anda untuk mempertimbangkan karya
belas kasih jasmani yang lain: "menyambut orang asing itu." Apa arti
menyambut peziarah bagi kita? Apa artinya bagi kita sebagai dehonian untuk
menyambut orang asing dan membantu mereka yang tidak memiliki tempat tinggal?
Visitasi pertama kami membawa kami
ke India. Di paroki konfrater kita yang berada dekat Mumbai, kami bertemu dengan para migran. Tidak satu
orangpun kelahiran di pinggiran kota yang berpenduduk 25 juta orang. Semua berasal dari daerah lain dari India -
sebagaimana Abraham - dengan keluarga mereka dan harta mereka yang terbatas mereka
pergi ke Mumbai untuk alasan ekonomi, agar mereka menemukan jalan yang lebih
baik bagi hidup mereka dan bagi anak-anak mereka. Pada tanggal 31 Januari,
setelah Misa hari Minggu di paroki Kerahiman Ilahi di Vasai, di sisi utara
Mumbai, kami diundang untuk berbicara dengan laki-laki dan perempuan yang
terlibat dalam masyarakat. Kami terkejut, bahwa tidak satu orang pun yang
berusia 30 tahun lahir di sana. Semua datang dari berbagai daerah di India dan
berbicara bahasa yang berbeda:
Migran dari Kerala
berbicara Malayalam
Migran dari Tamilnadu
berbicara Tamil
Migran dari Andhra Pradesh
berbicara Telugu
Migran dari Maharashtra
berbicara Marathi atau Hindi
Migran dari Goa berbicara
Konkani atau Inggris
Migran dari Uttar Pradesh
berbicara bahasa Hindi
Migran dari Jharkhand
berbicara bahasa Hindi dan dialek daerahnya
Migran dari Odisha
berbicara Odia
Migran dari Karnataka
berbicara Kannada
Pemahaman yang baik tentang bahasa
Inggris hanya ditemukan di antara orang-orang berpendidikan, tidak dengan
migran sederhana yang tiba di Mumbai, yang sebagian besar tidak bisa membaca. Dalam
situasi seperti ini - sama seperti di banyak tempat di belahan dunia -
tantangannya adalah untuk menciptakan persaudaraan/kerjasama yang nyata antara
orang-orang untuk mendukung satu sama lain.
Kita perlu menawarkan bantuan kepada
keluarga yang terluka, dan membangun kembali hubungan yang retak. Kita perlu
memberikan pelatihan kepada semua orang yang membutuhkan bantuan secara fisik,
psikologis, dan spiritual.
Yang pertama perhatian bagi orang lain
Melihat realitas yang kita temukan
di berbagai lokasi di mana para dehonian berkarya, sejumlah pertanyaan muncul
secara spontan. Apa yang bisa kita lakukan sebagai Imam-imam Hati Kudus untuk
memenuhi kebutuhan yang muncul dari migrasi? Bagaimana kita membuat disposisi
interior Yesus menjadi nyata dalam hidup kita, pandangan-Nya, sentuhan
penyembuhan-Nya, pemikiran-Nya, kata-kata-Nya, dan tindakan-Nya? Kisah perjumpaan
para murid di Emaus dengan Tuhan yang bangkit memperlihatkan cara memangdang yang
luar biasa dan kongkrit apa yang dimaksud dengan di satu sisi menjadi orang
asing dan di sisi lain bagaimana menerima orang asing itu.
Setelah perjalanan panjang, para
murid dari Emaus lelah, lapar, dan haus. Yesus, berjalan bersama mereka,
mengambil inisiatif dan bertanya: Apa yang mengganggu kalian? Apa kekhawatiran
kalian? Apa yang kalian bicarakan? Tuhan, seorang peziarah anonim, menunjukkan minat
pada orang lain, bertanya tentang kehidupan mereka. Dipenuhi dengan rasa ingin
tahu, ia mendengar apa yang mereka katakan. Mereka menceritakan tentang kisah
salib. Minat pada keberadaan orang lain ini, pertanyaan tentang apa yang mereka
lakukan adalah alasan original untuk setiap pertemuan, untuk setiap hubungan
manusia, dan untuk setiap komunitas. Juga untuk kongregasi kita dan komunitas kita,
yang menjadi paling pertama haruslah perhatian bagi yang lain.
Hanya setelah para sahabat melakukan
hal ini yaitu untuk saling mengungkapkan sesuatu dan untuk saling memahami -
atau orang asing yang memiliki keinginan untuk saling memahami - dan kemudian
duduk di meja dan makan bersama. Meja persekutuan / perjamuan tetap ada sampai saat
ini menjadi tanda yang nyata dari komunitas.
Tanpa meja persekutuan Imam-Imam Hati Kudus "memutar roda mereka" dan
terpisah-pisah. Tanpa memecahkan roti di atas altar di satu sisi dan di sisi lain,
tanpa makan bersama-sama, makan nasi, singkong, pasta, daging atau kentang, tidak
ada yang benar kehidupan religius dehonian, juga tidak ada keramahan efektif
dan sambutan bagi peziarah dan orang asing. Hanya di meja umum orang asing menjadi
teman. Ini adalah kebijaksanaan Emaus. Duduk di meja bersama-sama, makan dan
minum bersama-sama, dan berbicara satu sama lain tentang kehidupan, menciptakan
kedekatan dan kepercayaan. Semuanya kemudian menjadi penemuan dan terobosan. Ada
sukacita atas perjumpaan yang membuka kita ke kebaruan cerita.
Sekedar pembicaraan tidak cukup - Aksi nyata sebagai komunitas
Mengingat makna sejarah dari situasi
pengungsi saat ini, Bapa Suci kita Paus Fransiskus mendesak komunitas religius
untuk menyambut kaum migran ke biara-biara dan struktur mereka. Khotbah saja tidak
cukup. Berbi cara tidak cukup. Ini adalah tentang memberi untuk para pengungsi,
migran, dan memberi tempat bagi tunawisma: ruang bersama dan waktu bersama. Menindaklanjuti
gagasan ini bukanlah sesuatu yang baru bagi kongregasi. Sebaliknya, hal itu
merupakan bagian dari sejarah kongregasi kita. Leo Dehon terlibat nyata dalam masalah
migran Eropa yang meninggalkan Eropa pada abad ke-19 untuk pergi ke "Dunia
Baru" ke Kanada, Amerika Serikat, Brazil, Argentina dan Australia - dan tidak
hanya hanya dalam tulisan-tulisannya
saja. [2] Pada
tahun 1913, Rm. Dehon menulis bahwa itu akan baik untuk menemani migran Eropa
dengan para misionaris. Sebelumnya (1889-1899)
ia diminta untuk mendirikan sebuah
lembaga untuk emigran di Clairefontaine. Dia berbicara dengan Imam-imam Scalabrini yang berpengalaman di bidang
ini dan yang mendapat dukungan dari Tahta Suci. Pada pertemuan yang diadakan di
Louvain pada tahun 1899, dipilih dua
opsi untuk melibatkan para konfrater Belanda yang sedang mengalami pertumbuhan
pesat: "Memulai sekolah di Sittard atau mendirikan sebuah pusat sumber
daya untuk emigran di Rotterdam." [3]
Jika semua elemen ini
dipertimbangkan, ketika Anak Manusia datang dalam kemuliaan dengan semua
malaikat dengan Dia dan duduk di penghakiman atas takhta kemuliaan dan
bertanya: "Apa yang telah kamu lakukan untuk orang asing dan
tunawisma" (Mat 25 ), apa yang akan kita katakan pada-Nya? Apa yang akan
kita katakan kepada-Nya sebagai komunitas yang ingin mendengarkan detak Jantung
Hati-Nya? Setiap satu konfrater perlu
untuk merespon, dan kita sebagai komunitas juga perlu menanggapi. Oleh karena
itu, sebagai dewan genderal, kami mengusulkan:
Setiap
provinsi (dan daerah dan kabupaten) harus memiliki setidaknya satu proyek dengan
mengutus anggotanya yang terlibat dalam
cara yang khusus dengan kaum migran. Rumah-rumah kita harus terbuka. Konfrater kita
harus memiliki waktu untuk menemani pribadi-pribadi dalam perjalanan hidup mereka
melalui dengan cara: mendengarkan mereka, membebaskan mereka dari diskriminasi
kelas sosial, atau kasta, atau ras. Kami percaya bahwa sangat penting bagi
setiap anggota untuk mempunyai pengalaman sendiri, bagaimana rasanya menjadi
orang asing, menjadi orang asing di antara orang asing. Antara lain dan terkait
dengan proposal ini, kami percaya setiap orang harus belajar bahasa yang
berbeda, dan, setelah berkonsultasi dengan superior propinsi, untuk mengalami hidup
setidaknya satu tahun di negeri asing dan berbicara bahasa yang berbeda dan
berkomitmen untuk proyek sosial. Untuk mengizinkan komunikasi yang lebih besar
di antara kita sebagai dehonian di seluruh dunia, untuk memungkinkan percakapan
di antara kita sendiri, kami telah memutuskan bahwa bahasa Inggris akan menjadi
bahasa komunikasi kita.
RESPONS KREATIF
Di paroki-paroki, sekolah,
universitas, di lembaga pendidikan dan formasio kita, dalam karya-karya sosial
kita, di daerah dimana kita memiliki pengaruh pada opini publik, misalnya, di
media dan publikasi apa pun, mari kita membuat migrasi menjadi tema kita. Kami
yakin bahwa setiap konfrater bisa melakukan sesuatu. Setiap komunitas memiliki
kesempatan untuk melakukan sesuatu yang kreatif. Setiap lembaga dan setiap
pekerjaan dapat berkontribusi dalam beberapa cara khusus untuk tuntutan dan
kebutuhan yang dihasilkan dari migrasi. Pada saat yang sama, di setiap
komunitas di mana kita hidup, di setiap instansi tempat kita bekerja, kita
dapat membuat dengan jelas peluang dan manfaat yang timbul dari migrasi.
Sebagai putra-putra Rm. Leo Dehon,
kita menyadari bahwa kita tidak harus mengubur bakat kita. Kita hidup di zaman
terjadi perpindahan besar orang yang disebabkan oleh fenomena migrasi dan
transformasi budaya; kita perlu menekankan pentingnya spesialisasi dan bina
lanjut untuk bidang ini. Setidaknya sepertiga dari anggota kita harus memiliki
gelar kedua (S2) dalam teologi, filsafat, ajaran sosial Gereja, ekonomi,
matematika, studi Islam, sejarah seni, musik, atau disiplin lainnya. Kompleksitas
yang terus berkembang di dunia ini membutuhkan dari kita persiapan lebih dalam agar
dapat memenuhi syarat untuk merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan orang. Dalam
dunia di mana banyak agama ditemukan, di daerah dimana terjadi dechristianized (de-krestenisasi)
dan sekularisasi progresif di negara-negara tertentu, kita harus siap untuk
menanggapi dengan kesaksian iman kita dan dengan terang akal budi kita. Kita harus
siap untuk memberikan tanggapan yang memuaskan ketika seseorang menunjukkan minat
pada kita serta menunjuk salib dengan hati yang terbuka dan mengatakan:
"Apakah Anda juga percaya pada kekuatan Magic?"
Hidup berdasarkan dari kehidupan batin
Yesus dan disposisi Yesus yang mempersatukan kita, membuat kita benar-benar menjadi
manusia, memberikan kita semangat, dan memiliki efek anti-totaliter. Detak
jantung Hati Yesus mendesak kita untuk hidup dengan penuh semangat dan
antusias. Hal ini memungkinkan kita untuk merespon tantangan hari ini dengan
jawaban yang nyata, berkomitmen penuh.
Atas nama anggota Dewan Jenderal,
kami berharap: semua sama konfrater, seluruh keluarga dehonian, laki-laki dan
perempuan yang bekerjasama dengan kami, mendapatkan banyak karunia Roh Kudus pada
Pesta Hati Kudus Yesus!
Dalam Hati Yesus
Rm. Heinrich Wilmer SCJ
Superior Jendral, dan dewannya
[1] Paus
Fransiskus, Il nome di Dio è Misericordia. Una conversazione con Andrea
Tornielli. Milano. 2016.
[2] Lih.
Notes Quotidiennes, NQT 27/38; NQT 25/67; MLA 725; NQT 22/122; Les Chroniques
du Règne, CHR 1890/34.
[3] 3 Notes
Quotidiennes, NQT 15/3. We are grateful to Fr. Juan José Arnaíz Ecker from the
Centro Studi Dehoniani (CSD) for his contribution La Migrazione in Padre Dehon,
which appeared on April 1, 2016 at www.dehon.it. In the history of this
transmission source, this is the first study that covers migration in the life
and work of Leo Dehon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar