Kisah panggilan Rm. ANDREAS NUGROHO, SCJ
Diakon
Andreas Nugroho terlahir sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara. Ia lahir dan dibesarkan di daerah yang "kaya air" yaitu Desa Tirta Kencana, Makarti Jaya- Musi Banyu Asin, salah satu desa di Paroki Allah Mahamurah, Pasang Surut.
Di
desa inilah, benih panggilan itu mulai tumbuh dalam dirinya. Keluarganya biasa berangkat bersama ke Gereja setiap minggu untuk merayakan
Ibadat sabda atau Ekaristi. Kebiasaan keluarga itu ternyata secara
pelan-pelan
menumbuhkan keinginan untuk menjawab panggilan Tuhan. Ada semacam
"kehausan' dalam dirinya untuk mengenal secara lebih dalam tentang pengetahuan imannya. Karena memang sungguh
tidak ada yang mengajarinya tentang kekayaan iman Katolik. Selama di rumah, pengetahuan agama yang bisa didapat hanya dengan membaca dari .Buku Puji Syukur dan Kitab Suci, itu pun
Kitab Suci Perjanjian Baru.
Walaupun
di tengah keprihatinan, di mana tidak ada pelajaran agama, perayaan Ekaristi
hanya sekali setiap bulannya, hidup di tengah masyarakat mayoritas, ternyata
tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi
alat-Nya. la pun membicarakan keinginannya untuk menjadi Pastor. Kedua orangtua
mengijinkan dan memberi restu kepada anak sulungnya ini. Setelah lulus SMP, ia melanjutkan pendidikan ke Seminari Menengah Santo
Paulus, Palembang. Pengalaman hidup di seminari
sungguh menantang. Untuk pertama kalinya ia pisah dari orang tuanya. Awal-awal
hidup di asrama dan pisah dari orangtua ada rasa 'mbok-mboken'
(nangis inget mamak- ibu). Proses pendidikan dijalaninya dari hari ke
hari bersama dengan para seminaris lainya. Para Romo dan Suster yang mendampingi
proses pendidikan menghantarnya pada kesungguhan dalam menjalani hidup
panggilan.
Hidup
di seminari itu menyenangkan, membahagiakan karena bertemu dengan saudara
seiman, hidup serumah, mendapatkan pengetahuan iman yang dulu belum pernah didapatkannya,
didampingi oleh para romo dan suster. Mereka menjadi 'tampungan' keluh kesah
dan pengalaman hidup, entah itu pengalaman studi, relasi dengan lawan jenis
dan keluarga.
dan keluarga.
Makanan
kesukaannya adalah mbothe (sekerabat dengan talas-umbi-umbian) dan
pisang goreng. Olahraga yang paling disukainya adalah bola voli dan badminton. Diakon
Andreas Nugroho, SCJ memilih motto imamat, "Cukuplah kasih karunia-Ku
bagimu .."(2Kor 12:9). Panggilan hidup sebagai seorang religius menimbulkan rasa kagum dan ketertarikan untuk terus mengalaminya. Kekaguman dalam menjalani hidup
religius bukan pertama-tama karena kehebatan diri. Kekaguman itu muncul karena
rahmat Allah turut bekerja dalam perjalanan hidup khususnya sebagai religius.
Kebahagiaan yang muncul di tengah kegalauan dan kesusahan, secercah harapan di
tengah keputus-asaan. Rasa kagum inilah yang memunculkan keinginan untuk lebih tekun
menjalani panggilan ini.
Kasih
yang diberikan Allah sudah cukup bahkan lebih dari cukup untuk membekali
diridalam menjalani panggilan Allah. Kasih Allah nyata dalam diri Yesus yang
mempersembahkan, menyerahkan diri dalam rangka pewartaan Kerajaan Allah. Santo
Paulus mampu memegahkan diri atas kelemahan bukan karena ia bebal dan keras
kepala sehingga tidak mau mengubah diri. la bermegah
atas kelemahan karena dalam kelemahan itu, rahmat Allah bekerja atas dirinya. Denganmengetahui
dan menyadari situasi kepribadian diri dengan segala kelemahan dan kelebihan maka mampu memberi ruang bebas bagi
rahmat Allah bekerja atas diri seseorang.
"Saya
selalu diyakinkan bahwa kebahagiaan saya terletak pada pemberian diri bagi
sesama. Ada sebuah kebahagiaan dan kepuasan bila bisa memberikan diri dalam pelayanan dan menularkan pengetahuan dan
pengalaman iman kepada orang lain agar semakin banyak orang bisa merasakan
bahwa Allah Imanuel-Allah menyertai umat-Nya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar