"Ande"
Begitu terman-teman dan tetangga di desa memanggilku.
Mungkin karena mereka kesulitan harus mengucapkan huruf ‘r’ di tengah-tengahnya, Andre. Bahkan tidak jarang mereka mengkaitkan namaku
dengan kisah terkenal dalam budaya jawa, Ande-ande Lumut. Panggilan Ande
dengan mudah dikaitkan dengan tokoh Ande-ande
lumut yang harus "turun" dari pertapaan karena dorongan sang ibu karena ada putri-putri yang tertarik
dengan dia. Kisah Ande-ande lumut berakhir dengan keputusannya
memilih seorang
putri
yang secara
fisik tidak menarik
namun memiliki ketulusan dan kejujuran. Ande-ande
lumut diantar oleh banyak pihak untuk sampai pada sebuah pilihannya.
Seperti
kisah Ande-ande Lumut', demikian pula kisah panggilanku. Ada banyak orang yang mengantarkan aku sampai panggilan ini. Aku merasa bersyukur dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang sederhana namun memiliki dasar iman katolik
yang kuat. Sejak kecil bapak telah menanamkan
kesederhanaan kepada kami. Bahkan sebagai anak ragil dari 6 bersaudara, saya pun diajari apa arti sebuah kesederhanaan. Bapak mengantarkan aku untuk belajar di TK-SD Xaverius (sekarang Fransiskus) Kalirejo. Berbekal menu seadanya, setiap pagi aku diantar dengan sepeda 'Onthel' tua
milik bapak untuk sampai di jalan raya menuju sekolah. Bapak
mendaftarkan aku ke sekolah Katolik amat berharap bahwa kelak aku memiliki dasar iman yang kuat Tugas bapak untuk menemani kami selesai karena Bapa di surga menghendaki berbeda. Bapak berpulang kepada Bapa saat aku duduk di bangku kelas 3
SD. Tugas Bapak masih tetap aku rasakan hingga saat ini: saat aku menentukan pilihanmenjadi seorang Dehonian.
Selain
bapak, ada
simbok dan kakak-kakakku yang telah mengantarkan
aku hingga saat ini. Setelah
bapak meninggalkan kami, Simbok berperan sebagai bapak, terman, sahabat dan orang tua bagiku. Dengan penuh kesabaran dan kerja keras, simbok mendampingiku melanjutkan pendidikan sekolah Xaverius meski yang harus menanggung beban biaya yang cukup besar. Simbok
selalu memberi kesempatan padaku untuk terlibat
di berbagai kegiatan Gereja
dan lingkungan. Dengan begitu, aku semakin akrab dengan kegiatan-kegiatan Gereja. Kegiatan misdinar, legio
Mariae, sampai tugas-tugas di Gereja membuatku semakin mengerti arti
sebuah pelayanan. Demikian juga ketiga
kakak laki-laki dan dua kakak
perempuan yang tak pernah
lelah mengajariku banyak tentang kehidupan. Dengan
cara mereka
masing-masing, mereka
menuntun aku semakin
dewasa melewati berbagai tantangan dalam menapaki panggilan.
Panggilan
untuk menjadi biarawan semakin jelas karena
tuntunan Br. Krismanto,FIC. Dengan gaya bicara yang bersemangat,
beliau mengenalkan kehidupan biara dan para religius.
Bahkan tanpa aku sadari, beliau menginspirasiku untuk tetap bersemangat dalam
situasi apapun. Aku ingat betul waktu itu,
dengan sepeda onthel aku diajak berkeliling menuju Goa
Maria La Verna. Sembari berziarah, aku diajak berkunjung ke biara-biara yang
ada di Kalirejo dan Pringsewu. Dari beliau aku telah diantar untuk sermakin mengenal hidup membiara dan panggilan untuk menjadi
imam.
Tidak
ada pernah ada sebuah kebetulan dalam hidup. Tuhan selalu punya rencana dalam setiap peristiwa. Demikian juga dalam
hidup panggilanku. Bukanlah sebuah kebetulan sejak TK aku telah disekolahkan di SD Fransiskus Kalirejo yang jaraknya
berpuluh kilometer dari rumahku. Dimana
aku menghabiskan separuh hari-hariku. Disana
aku bisa berkembang tidak hanya secara inteletual, namun juga berkembang secara
spiritual. Bukan
pula sebuah kebetulan aku berkembang dalam tuntunan simbok yang tidak hanya mengajarkan arti sebuah kesederhanaan, namun juga sebuah pengorbanan yang total.
Demikian juga kelima saudara kandung yang menuntun aku
sampai imamat suci ini. Dan bukan pula sebuah kebetulan, aku diberi nama baptis
Santo Andreas yang setia menyertai Yesus. Dia menghantarkan banyak orang sampai
pada perjumpaan dengan Yesus.
"Kerjakanlah
tugas-tugas yang telah dipercayakan kepadamu dengan cinta," demikian nasehat kakak tertuaku sebelum
aku berangkat ke tempat aku menjalani masa diakonat SMP Yos Sudarso, Metro. Berbekal pengalaman kasih dalam keluarga inilah, aku
menghayati perutusanku di Asrama Leo Dehon dan SMP Yos Sudarso. Aku datang untuk
menemani dan menghantar anak-anak semakin mengenal Yesus dalam kehidupan di
asrama. Kehadiranku dalam kegiatan-kegiatan di asrama menjadi sarana paling nyata
untuk menunjukkan jalan sebagai Anak-anak Allah. Aku hadir sebagai orang tua, ternan
dan sahabat bagi mereka. Dan aku semakin sadar melalui panggilan imamat suci
inipun aku mampu menghantar banyak orang untuk sampai pada Yesus. Aku menjadi
alat-Nya yang kecil di tengah dunia saat ini.
Semoga DIA semakin dikenal dalam seluruh karya pelayanan dan hidupku.
Aku
bersyukur karena Cinta Hati Kudus Yesus yang senantiasa memampukan aku melewati
setiap peristiwa hidupku hingga saat ini.
Terima kasih kepada bapak yang pasti selalu mendoakan
aku dari surga. Terima kasih kepada Simbok
yang telah melahirkan dan menuntun aku sampai pada Tahbisan suci ini. Kepada Mas Widodo, Mas Doyo, Mas Tondo,
Mbak Dayati, Mbak Yuli terima kasih telah mengarahkan aku dengan sabar sampai
pada hari ini. Demikian
juga kepada
guru-guru, para konfrater
SCJ sebagai formator
dan semua pihak yang telah menjadi 'perantara'
Kasih Allahbagiku.
Semoga hidup kita pun menjadi berkat dan perantara Rahmat
Allah bagi sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar