Rabu, 27 Agustus 2014

Pesta Emas Skolastikat SCJ: Dipanggil menjadi Nabi Cinta Kasih dan Pelayan Perdamaian (2)



Sekilas tentang Sejarah Skolastikat SCJ

Keberadaan Skolastikat SCJ di Yogyakarta dihitung 1964. Sebelumnya, Skolastikat SCJ mengalami beberapa kali perpindahan: Lahat-Gisting. Pada bulan April 1964 dibeli sebuah rumah di Jl Ngadikan 1 (sekarang dipakai sebagai Bruderan MTB). Pada bulan ini juga Br Gabriel dan Br Alexius datang dari Gisting untuk mempersiapkan rumah tersebut. Rumah inilah yang secara resmi diakui sebagai Skolastikat SCJ oleh Pimpinan Tertinggi SCJ pada tanggal 23 Juni 1964. Dan pada 1 Agustus 1964, rumah ini mulai dipakai dan P. Frans Hovers melanjutkan tugasnya sebagai rektor.
Angkatan awal yang menjalani masa skolastikat di Yogyakarta ini yakni: Fr Soedarsono, Fr Soejadi, Fr Busharun, Fr Y. Hendra Aswardani, Fr A.M. Roosman, Fr C. Bernardi. Kemudian pada 11 September 1965 datang 5 frater dari Gisting: Fr St Hannyadi, Fr Raphael Didiprijosuharso, Fr St Henykarjanto (St Endrakaryanta), Fr J. Harsosusiswo dan Fr Amb. Dhani Indrata. Satu tahun kemudian, pada 24 Agustus 1966 datang 6 frater yang baru selesai menjalani masa novisiat di Gisting: Fr Ag. Senirang, Fr J. Retapan Adi Swarman, Fr J. Abdi Darmosupraba, Fr Justinus Samudranugraha, Fr Ig. Ciptaharsaya dan Fr Aloysius Sudarso (sekarang Uskup Agung Palembang). Para frater ini belajar Filsafat dan Teologi di Seminari Tinggi Jl Code 2 (sekitar 200 m dari Skolastikat SCJ). Kala itu Seminari Tinggi sudah menjadi Jurusan Filsafat Teologi pada Fakultas Keguruan Sastra Seni IKIP Sanata Dharma Yogyakarta.
Meski sudah menempati rumah di Jl Ngadikan, nampaknya sejak awal sudah direncanakan bahwa rumah tersebut hanya akan dipakai untuk sementara. Hal ini nampak ketika pater Vice Propinsial dalam bulan Maret 1964 datang ke Yogyakarta untuk mengurus perpindahan skolastikat dari Gisting ke Yogyakarta telah ditawari sebidang tanah di Jl Kaliurang. Tanah tersebut milik para suster Sang Timur (PIJ) yang rencananya akan dipakai untuk membangun novisiat mereka. Pada akhir bulan April 1965 tanah ini pada akhirnya dibeli SCJ.  

Sejak bulan September 1965 pembangunan rumah baru untuk skolastikat dimulai. Tanah yang dibeli tersebut mulai dibangun tembok keliling. Dan selanjutnya, setelah kontrak pembangunan dengan Ir Lie Kok Gwan disepakati pada 14 Juli 1966, dimulailah pembangunan rumah baru. Sementara pembangunan rumah baru dilaksanakan, para frater masih tetap tinggal di rumah yang ada di Jl Ngadikan 1. Pada tahun ini juga, tepatnya pada 25 November 1966, terjadi pergantian rektor dari P. Hovers ke P. G. Elling. Akhirnya pada 7 Maret 1968 rumah baru di Jl Kaliurang Km 7,5 mulai dihuni. Sementara itu rumah lama dijual kepada Kongregasi Bruder MTB.
Sejak bulan Desember 1967 sampai 1969 SCJ tidak mempunyai calon yang masuk sebagai postulan/novis. Pada tahun 1970 ada empat calon yang hendak bergabung dengan SCJ. Sementara itu Propinsial dan Dewannya mulai memikirkan sebuah model pendidikan calon imam yang baru. Maka sembari menunggu keputusan tentang model pendidikan yang baru, keempat calon itu diutus untuk tinggal di Skolastikat SCJ Yogyakarta. Alasan lain diutusnya keempat calon itu ke Yogyakarta adalah novisiat di Gisting dianggap terlalu terpencil untuk menjadi tempat inisiasi ke dalam hidup bakti dan karya pastoral SCJ. Selain itu juga karena kurangnya tenaga formator. Di Yogyakarta, meskipun belum menjalani masa novisiat, keempat calon ini juga mengikuti kuliah bersama para frater lainnya. Demikian juga dengan para calon lain yang masuk sesudahnya.
Pada tahun 1972 akhirnya diputuskan sebuah model pendidikan baru yang disebut sebagai “program pendidikan integral.” Secara praktis, para calon yang telah tinggal di Skolastikat SCJ sejak saat itu mulai menjalani masa pendidikan gaya baru ini. Model pendidikan gaya baru ini tepatnya dimulai sejak 15 Februari 1973. Ada 26 frater yang menerima jubah memulai masa postulat/novisiat gaya baru: satu orang dari tingkat IV dan 4 dari tingkat III memulai program novisiat yang dikenal sebagai masa “novisiat integral”. Dan 8 frater dari tingkat II dan 13 frater dari tingkat I masuk ke dalam program postulat.
Pater Propinsial menunjuk P. G. Zwaard untuk menjadi Magister Novis sampai tahun 1978. Sejak 1978, P. Zwaard digantikan oleh P. Andreas Lukasik. Para frater yang menjalani masa postulat dan novisiat ini tetap mengikuti kuliah di kampus. Sementara itu konferensi-konferensi mengenai Kongregasi SCJ, Pendiri maupun inisiasi lainnya dilaksanakan sore hari/setelah kuliah. Model pendidikan integral ini berlangsung hingga tahun 1980. Dan atas dasar keputusan Kapitel Propinsi pada tahun 1978, sejak Juli 1980 Novisiat SCJ dikembalikan ke Gisting, Lampung.

Visma Vijaya Praya (VVP)
Melalui Kapitel II Vice-Propinsi SCJ Indonesia yang diadakan pada tahun 1973 di Palembang, diputuskan untuk membeli rumah/tempat baru yang terpisah dari Skolastikat SCJ. Kala itu, Rm Kees van Paassen SCJ sebagai rektor Skolastikat SCJ diberi tugas untuk mencari kemungkinan-kemungkinan tempat/rumah yang bisa dibeli. Dan pada akhirnya Rm Kwanten SCJ, yang saat itu menjadi Vice-Propinsial SCJ, memutuskan untuk membeli sebuah rumah yang berada di daerah Papringan. Sebelumnya, rumah ini merupakan kandang ayam. Dan ketika dibeli, di sekitar rumah ini belum banyak rumah penduduk. Kala itu, di sebelah selatan dan utara rumah ini masih terdapat tanah datar yang lapang dan cukup luas, sementara di sebelah timur adalah ladang singkong dan jagung.
Lokasi rumah ini dirasa cukup cocok untuk menjawab kebutuhan para frater. Rumah ini dimaksudkan untuk para frater yang telah kembali dari menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) dan sedang mempersiapkan masa akhir proses pendidikan mereka. Dan keberadaan rumah yang tidak jauh dari kota ini memungkinkan para frater untuk terlibat dalam kegiatan pastoral di paroki-paroki di Yogyakarta pada akhir pekan.
Akhirnya pada tanggal 21 Oktober 1973 rumah ini secara resmi dibuka sebagai biara SCJ. Rumah ini diberi nama Visma Vijaya Praya (VVP), sebuah nama yang diberikan oleh Rm YB Mangunwijaya Pr. Visma Vijaya Praya berarti Sang Pamenang, yang menunjuk pada Kristus yang mati untuk menang. Nama ini secara etimologis berarti: Visma (rumah), Vijaya (pemenang), dan Praya (kematian). Rm Wim Blok SCJ saat itu ditugaskan sebagai delegatus dan pemimpin komunitas ini.
9 Februari 1999 rumah ini mulai dibangun kembali. Dan awal tahun 2001 pembangunan selesai. Pada 14 Maret 2001, rumah yang baru ini diberkati oleh Mgr Ignatius Suharyo, Uskup Agung Semarang. Dalam homilinya, Mgr Suharyo mengatakan: “Rumah ini kokoh dan tampan, semoga ini bisa menjadi pusat getaran kasih Hati Kudus Yesus, dan memancarkan getaran-getaran kasih guna membangun dunia dan masyarakat di sekitarnya. Keuskupan Agung Semarang merasa diperkaya dengan biara ini, karena kehadirannya dapat turut serta membangun gereja lokal. Kita berdoa agar apa yang telah dijanjikan oleh penghuni rumah ini dapat diungkapkan dalam hidup dan dalam segala hal mereka mencari kemuliaan Allah Bapa bersama Yesus; supaya mereka tekun berdoa bersama sebagai saudara, mampu melambangkan Gereja yang berdoa. Semoga mereka di bawah bimbingan Roh Kudus, masing-masing seturut panggilannya yang khusus, dengan tekun berusaha agar Kristus selalu berdiam di dalam hati mereka.”

Menjawab Tantangan Jaman
Meski sudah berusia 50 tahun, Skolastikat SCJ tetap berjuang terus menerus dalam mempersiapkan para frater-bruder yang mempersiapkan diri sebagai para pemimpin di masa mendatang. Aneka tantangan jaman terus berubah. Sebab itu, diharapkan Skolastikat SCJ juga semakin dapat mengikuti perubahan itu. Hal ini disadari oleh Rm FX Tri Priyo Widarto SCJ (Rektor Skolastikat SCJ):
“Dari tahun ke tahun aneka tantangan semakin beraneka ragam. Para formandi di Skolastikat SCJ saat ini adalah generasi muda yang tak lepas dari jamannya. Era teknologi yang semakin canggih ini pun menjadi tantangan tersendiri dalam proses pendampingan mereka. Hal ini pun membutuhkan cara-cara baru yang kreatif dalam pendampingan yang mampu menjawab kebutuhan jaman.  
Inilah PR kita bersama di usia 50 tahun Skolastikat SCJ. Semoga dengan perayaan syukur ini, Skolastikat SCJ sungguh menjadi tempat yang mampu menjawab aneka tantangan jaman, khususnya dalam mendidik para calon imam dan biarawan yang akan berkarya bagi Gereja di masa mendatang.” (Buku Kenangan 50 tahun Skolastikat SCJ Yogyakarta, hlm. 5)

Selain mampu menjawab tantangan jaman, Skolastikat SCJ diharapkan mampu menyiapkan calon imam yang mempunyai iman mendalam. Harapan ini diungkapkan Mgr Aloysius Sudarso SCJ dalam homili pada perayaan Ekaristi (25/06). “Dibutuhkan kesadaran bahwa Gereja menjadi tempat Yesus menghadirkan diriNya. Gereja ingin menampilkan bahwa dunia ini lebih daripada yang ada,” tandas Mgr. Sudarso. Untuk itu, Mgr. Sudarso menekankan iman yang mendalam dari para calon SCJ. Iman menjadi akar dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, iman menunjang kehidupan manusia.  “Iman para calon itu mesti ditunjukkan melalui pengalaman akan Tuhan yang hidup. Karena itu, sangat penting pengalaman pribadi akan Allah. Caranya adalah dengan mendengarkan Sabda Tuhan dalam konteks zaman ini. Tuhan masih berkarya sampai saat ini,” kata Mgr. Sudarso.

Fr St Sigit Pranoto SCJ

Foto-foto tentang perayaan pesta emas Skolastikat bisa anda lihat di link:
https://plus.google.com/u/0/photos/111270483211043858584/albums/6047246096367017841



Tidak ada komentar:

Posting Komentar