Sekilas tentang Sejarah
Skolastikat SCJ
Keberadaan Skolastikat SCJ di Yogyakarta dihitung 1964. Sebelumnya,
Skolastikat SCJ mengalami beberapa kali perpindahan: Lahat-Gisting. Pada bulan April 1964
dibeli sebuah rumah di Jl Ngadikan 1 (sekarang dipakai sebagai Bruderan MTB).
Pada bulan ini juga Br Gabriel dan Br Alexius datang dari Gisting untuk
mempersiapkan rumah tersebut. Rumah inilah yang secara resmi diakui sebagai
Skolastikat SCJ oleh Pimpinan Tertinggi SCJ pada tanggal 23 Juni 1964. Dan pada
1 Agustus 1964, rumah ini mulai dipakai dan P. Frans Hovers melanjutkan
tugasnya sebagai rektor.
Angkatan awal yang
menjalani masa skolastikat di Yogyakarta ini yakni: Fr Soedarsono, Fr Soejadi,
Fr Busharun, Fr Y. Hendra Aswardani, Fr A.M. Roosman, Fr C. Bernardi. Kemudian
pada 11 September 1965 datang 5 frater dari Gisting: Fr St Hannyadi, Fr Raphael
Didiprijosuharso, Fr St Henykarjanto (St Endrakaryanta), Fr J. Harsosusiswo dan
Fr Amb. Dhani Indrata. Satu tahun kemudian, pada 24 Agustus 1966 datang 6
frater yang baru selesai menjalani masa novisiat di Gisting: Fr Ag. Senirang,
Fr J. Retapan Adi Swarman, Fr J. Abdi Darmosupraba, Fr Justinus Samudranugraha,
Fr Ig. Ciptaharsaya dan Fr Aloysius Sudarso (sekarang Uskup Agung Palembang).
Para frater ini belajar Filsafat dan Teologi di Seminari Tinggi Jl Code 2
(sekitar 200 m dari Skolastikat SCJ). Kala itu Seminari Tinggi sudah menjadi
Jurusan Filsafat Teologi pada Fakultas Keguruan Sastra Seni IKIP Sanata Dharma
Yogyakarta.
Meski sudah
menempati rumah di Jl Ngadikan, nampaknya sejak awal sudah direncanakan bahwa
rumah tersebut hanya akan dipakai untuk sementara. Hal ini nampak ketika pater
Vice Propinsial dalam bulan Maret 1964 datang ke Yogyakarta untuk mengurus
perpindahan skolastikat dari Gisting ke Yogyakarta telah ditawari sebidang
tanah di Jl Kaliurang. Tanah tersebut milik para suster Sang Timur (PIJ) yang
rencananya akan dipakai untuk membangun novisiat mereka. Pada akhir bulan April
1965 tanah ini pada akhirnya dibeli SCJ.
Sejak bulan
September 1965 pembangunan rumah baru untuk skolastikat dimulai. Tanah yang
dibeli tersebut mulai dibangun tembok keliling. Dan selanjutnya, setelah
kontrak pembangunan dengan Ir Lie Kok Gwan disepakati pada 14 Juli 1966,
dimulailah pembangunan rumah baru. Sementara pembangunan rumah baru
dilaksanakan, para frater masih tetap tinggal di rumah yang ada di Jl Ngadikan
1. Pada tahun ini juga, tepatnya pada 25 November 1966, terjadi pergantian
rektor dari P. Hovers ke P. G. Elling. Akhirnya pada 7 Maret 1968 rumah baru di
Jl Kaliurang Km 7,5 mulai dihuni. Sementara itu rumah lama dijual kepada
Kongregasi Bruder MTB.
Sejak bulan
Desember 1967 sampai 1969 SCJ tidak mempunyai calon yang masuk sebagai
postulan/novis. Pada tahun 1970 ada empat calon yang hendak bergabung dengan
SCJ. Sementara itu Propinsial dan Dewannya mulai memikirkan sebuah model
pendidikan calon imam yang baru. Maka sembari menunggu keputusan tentang model
pendidikan yang baru, keempat calon itu diutus untuk tinggal di Skolastikat SCJ
Yogyakarta. Alasan lain diutusnya keempat calon itu ke Yogyakarta adalah
novisiat di Gisting dianggap terlalu terpencil untuk menjadi tempat inisiasi ke
dalam hidup bakti dan karya pastoral SCJ. Selain itu juga karena kurangnya
tenaga formator. Di Yogyakarta, meskipun belum menjalani masa novisiat, keempat
calon ini juga mengikuti kuliah bersama para frater lainnya. Demikian juga
dengan para calon lain yang masuk sesudahnya.
Pada tahun 1972 akhirnya
diputuskan sebuah model pendidikan baru yang disebut sebagai “program
pendidikan integral.” Secara praktis, para calon yang telah tinggal di
Skolastikat SCJ sejak saat itu mulai menjalani masa pendidikan gaya baru ini.
Model pendidikan gaya baru ini tepatnya dimulai sejak 15 Februari 1973. Ada 26
frater yang menerima jubah memulai masa postulat/novisiat gaya baru: satu orang
dari tingkat IV dan 4 dari tingkat III memulai program novisiat yang dikenal
sebagai masa “novisiat integral”. Dan 8 frater dari tingkat II dan 13 frater
dari tingkat I masuk ke dalam program postulat.
Pater Propinsial
menunjuk P. G. Zwaard untuk menjadi Magister Novis sampai tahun 1978. Sejak
1978, P. Zwaard digantikan oleh P. Andreas Lukasik. Para frater yang menjalani
masa postulat dan novisiat ini tetap mengikuti kuliah di kampus. Sementara itu
konferensi-konferensi mengenai Kongregasi SCJ, Pendiri maupun inisiasi lainnya
dilaksanakan sore hari/setelah kuliah. Model pendidikan integral ini
berlangsung hingga tahun 1980. Dan atas dasar keputusan Kapitel Propinsi pada
tahun 1978, sejak Juli 1980 Novisiat SCJ dikembalikan ke Gisting, Lampung.
Visma Vijaya Praya (VVP)
Melalui Kapitel II
Vice-Propinsi SCJ Indonesia yang diadakan pada tahun 1973 di Palembang,
diputuskan untuk membeli rumah/tempat baru yang terpisah dari Skolastikat SCJ.
Kala itu, Rm Kees van Paassen SCJ sebagai rektor Skolastikat SCJ diberi tugas
untuk mencari kemungkinan-kemungkinan tempat/rumah yang bisa dibeli. Dan pada
akhirnya Rm Kwanten SCJ, yang saat itu menjadi Vice-Propinsial SCJ, memutuskan
untuk membeli sebuah rumah yang berada di daerah Papringan. Sebelumnya, rumah
ini merupakan kandang ayam. Dan ketika dibeli, di sekitar rumah ini belum
banyak rumah penduduk. Kala itu, di sebelah selatan dan utara rumah ini masih
terdapat tanah datar yang lapang dan cukup luas, sementara di sebelah timur
adalah ladang singkong dan jagung.
Lokasi rumah ini
dirasa cukup cocok untuk menjawab kebutuhan para frater. Rumah ini dimaksudkan
untuk para frater yang telah kembali dari menjalani masa Tahun Orientasi
Pastoral (TOP) dan sedang mempersiapkan masa akhir proses pendidikan mereka.
Dan keberadaan rumah yang tidak jauh dari kota ini memungkinkan para frater
untuk terlibat dalam kegiatan pastoral di paroki-paroki di Yogyakarta pada
akhir pekan.
Akhirnya pada
tanggal 21 Oktober 1973 rumah ini secara resmi dibuka sebagai biara SCJ. Rumah
ini diberi nama Visma Vijaya Praya
(VVP), sebuah nama yang diberikan oleh Rm YB Mangunwijaya Pr. Visma Vijaya Praya berarti Sang Pamenang, yang menunjuk pada
Kristus yang mati untuk menang. Nama ini secara etimologis berarti: Visma (rumah), Vijaya (pemenang), dan Praya (kematian).
Rm Wim Blok SCJ saat itu ditugaskan sebagai delegatus dan pemimpin komunitas
ini.
9 Februari 1999
rumah ini mulai dibangun kembali. Dan awal tahun 2001 pembangunan selesai. Pada
14 Maret 2001, rumah yang baru ini diberkati oleh Mgr Ignatius Suharyo, Uskup
Agung Semarang. Dalam homilinya, Mgr Suharyo mengatakan: “Rumah ini kokoh dan
tampan, semoga ini bisa menjadi pusat getaran kasih Hati Kudus Yesus, dan
memancarkan getaran-getaran kasih guna membangun dunia dan masyarakat di
sekitarnya. Keuskupan Agung Semarang merasa diperkaya dengan biara ini, karena
kehadirannya dapat turut serta membangun gereja lokal. Kita berdoa agar apa
yang telah dijanjikan oleh penghuni rumah ini dapat diungkapkan dalam hidup dan
dalam segala hal mereka mencari kemuliaan Allah Bapa bersama Yesus; supaya
mereka tekun berdoa bersama sebagai saudara, mampu melambangkan Gereja yang
berdoa. Semoga mereka di bawah bimbingan Roh Kudus, masing-masing seturut
panggilannya yang khusus, dengan tekun berusaha agar Kristus selalu berdiam di
dalam hati mereka.”
Menjawab Tantangan Jaman
Meski sudah berusia 50 tahun, Skolastikat
SCJ tetap berjuang terus menerus dalam mempersiapkan para frater-bruder yang
mempersiapkan diri sebagai para pemimpin di masa mendatang. Aneka tantangan
jaman terus berubah. Sebab itu, diharapkan Skolastikat SCJ juga semakin dapat
mengikuti perubahan itu. Hal ini disadari oleh Rm FX Tri Priyo Widarto SCJ
(Rektor Skolastikat SCJ):
“Dari tahun ke
tahun aneka tantangan semakin beraneka ragam. Para formandi di Skolastikat SCJ
saat ini adalah generasi muda yang tak lepas dari jamannya. Era teknologi yang
semakin canggih ini pun menjadi tantangan tersendiri dalam proses pendampingan
mereka. Hal ini pun membutuhkan cara-cara baru yang kreatif dalam pendampingan
yang mampu menjawab kebutuhan jaman.
Inilah PR kita
bersama di usia 50 tahun Skolastikat SCJ. Semoga dengan perayaan syukur ini,
Skolastikat SCJ sungguh menjadi tempat yang mampu menjawab aneka tantangan
jaman, khususnya dalam mendidik para calon imam dan biarawan yang akan berkarya
bagi Gereja di masa mendatang.” (Buku
Kenangan 50 tahun Skolastikat SCJ Yogyakarta, hlm. 5)
Selain mampu menjawab
tantangan jaman, Skolastikat SCJ diharapkan mampu menyiapkan calon imam yang
mempunyai iman mendalam. Harapan ini diungkapkan Mgr Aloysius Sudarso SCJ dalam
homili pada perayaan Ekaristi (25/06). “Dibutuhkan
kesadaran bahwa Gereja menjadi tempat Yesus menghadirkan diriNya. Gereja ingin
menampilkan bahwa dunia ini lebih daripada yang ada,” tandas Mgr. Sudarso. Untuk
itu, Mgr. Sudarso menekankan iman yang mendalam dari para calon SCJ. Iman
menjadi akar dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, iman menunjang kehidupan
manusia. “Iman para calon itu mesti
ditunjukkan melalui pengalaman akan Tuhan yang hidup. Karena itu, sangat
penting pengalaman pribadi akan Allah. Caranya adalah dengan mendengarkan Sabda
Tuhan dalam konteks zaman ini. Tuhan masih berkarya sampai saat ini,” kata Mgr.
Sudarso.
Fr St Sigit Pranoto SCJ
https://plus.google.com/u/0/photos/111270483211043858584/albums/6047246096367017841
Tidak ada komentar:
Posting Komentar