Kulit putih tak selamanya enak! Kulit
putih diakon Albertus Joni, SCJ kelahiran
Jambi, 16 November
1985 ini seringkali membuat orang lain tak percaya bahwa ia seorang
biarawan. Tipikal wajahnya yang keturunan Tionghoa ini memang seringkali
membuatnya dikira sebagai salesman atau pedagang. Tumbuh dalam keluarga Bapak Hendra Siauw
dengan akar
Buddhis dan tradisi Tionghoa yang kental, Romo yang hobi membaca
ini memang awalnya dilarang sang ayah untuk menjadi
biarawan. ''Akong
(kakek)
mu bisa mengamuk dan bangun
dari kuburan kalau cucu laki-laki pertamanya tidak kawin!" demikian bentak sang ayah yang pantang anak laki-Iaki penerus marga ini hidup selibat. Untunglah Ibu Rita Lie - mama tercintanya yang telah dibaptis Katolik sejak kecilmendukung cita-citanya dan terus memberi semangat.
dari kuburan kalau cucu laki-laki pertamanya tidak kawin!" demikian bentak sang ayah yang pantang anak laki-Iaki penerus marga ini hidup selibat. Untunglah Ibu Rita Lie - mama tercintanya yang telah dibaptis Katolik sejak kecilmendukung cita-citanya dan terus memberi semangat.
Awal panggilannya tumbuh karena ia dimarahi sang ibu karena hendak merebut dan mencicipi hosti mamanya waktu kelas 3 SD. Tentu saja sang mama
melarang! Dalam hati kecilnya
ia berujar bahwa suatu saat nanti ia akan jadi Romo supaya bisa
makan hosti yang besar sekali itu dan minum dari 'gelas'
emas. Ternyata Hati Yesus mulai mengundang dia ambil bagian pada imamat-Nya
dari peristiwa sepele itu: rebutan hosti kudus! Si kecil ini lalu tumbuh dan
mulai rajin mengikuti misa harian sebagai misdinar. Lama-kelarnaan cita-cita itu makin kuat terasa dalam dirinya dan ketika lulus dari
SMP Xaverius I [ambi, Hati Yesus menuntun dia melalui Rm. Puryanto, SCJ dan Rm. Y.G. Marwoto, SCJ untuk
masuk ke Seminari Menengah St. Paulus, Palembang.
Setelah "kabur" ke
Seminari St. Paulus, Palembang dan sang ayah marah besar, frater bermata sipit ini mulai belajar dan menyesuaikan diri dengan bahasa dan budaya Jawa yang kental dalam pergaulan. Di Seminari, misalnya, ia pernah diajari sesat oleh kakak tingkatnya
bahwa tata krama untuk mengatakan "Permisi, saya numpang
lewat" bagi orang Jawa adalah dengan sedikit
membungkuk
sambil berkata "Kulo
nuwun, kulo
segawon pethak"
(terjemahan: "Permisi, saya anjing
putih" he he he).
Awalnya
memang sulit menyesuaikan diri karena latar belakang yang sungguh
berbeda. Namun di
sepanjang
perjalanan panggilannya, ia mengalami Allah yang selalu menyertai dan menolong di masa penuh pergulatan.
Karya Allah itu
makin nyata saat ia masuk dan bergabung bersama
Kongregasi Imam-Imam
Hati Kudus Yesus
di tahun 2004.
SCJ menjadi sebuah keluarga besar di mana para anggotanya
belajar memberi cinta dan perhatian satu sama lain. Satu hal
lain yang menarik hatinya adalah bahwa SCJ benar-benar berani melayani
di pedalaman yang jauh, terpencil dan banyak tantangan. Teman-temannya di luar
biara banyak yang mengatakan bahwa pilihannya adalah
pilihan bodoh; apalagi
Kongregasi yang dipilih
adalah SCJ yang diplesetkan sebagai 'Serikat Cowok Jomblo'. Tetapi apa yang
dipandang bodoh di mata dunia, justru berharga di
mata Allah. Dunia memang kadang tak bisa mengerti pilihan
istimewa ini. "Biarlah demikian adanya, karena
bagiku Kristus adalah segala-galanya dan segal a sesuatu yang lain kuanggap
sampah karena perjumpaanku dengan Dia!" Demikian
kutipan dari Surat St. Paulus pada jemaat di Filipi 3:8 yang banyak menguatkan
panggilannya.
Setelah menyelesaikan Tahun
Orientasi Pastoral
dan Panggilan (TOPP) di Campus Ministry Sekolah Tinggi MUSI tahun 2011, ia maju ke depan
altar untuk mengucapkan kaul kekalnya sebagai seorang Dehonian di Yogyakarta
dan ditahbiskan sebagai diakon pada 15 Agustus 2013. Frater Joni kemudian meneruskan studi S2 Teologi di Fakultas Pontifikal Teologi Wedabhakti hingga 2014 ini. Kini ia
memberanikan diri untuk maju sekali lagi ke depan altar - berkat dukungan semua formator, konfrater SCJ, anggota
keluarga dan seluruh umat Allah - untuk ditahbiskan sebagai Imam Hati Kudus
Yesus.
Biarawan-Imam SCJ
muda ini meyakini bahwa semua rahmat Allah
yang luar biasa ini adalah sebuah 'sarana'
untuk terus menggali makna kehidupan hingga saatnya sampai pada Sang Kebenaran. Di tengah pencarian terus menerus ini,
ada sudut hati kita yang selalu gelisah dan terus mengembara sebelum ia
menemukan labuhannya di hadirat Hati Yesus. Maka, sedari dulu
ia telah memilih motto pribadi: "Veritas
vos liberabit!" ("Kebenaran
akan memerdekakan kamu!") dari Injil Yoh 8:32. Bukankah kita tahu tujuan
akhir
hidup kita bersama Allah? Karena itu, imam muda ini memiliki komitmen untuk terus belajar
setia menimba
makna kehidupan bersama saudara se-tarekat dan umat Allah di sepanjang
hidup imamatnya untuk menuju Sang Kebenaran Sejati.