Rabu,
6 Agustus 2014, menjadi hari yang sangat bermakna bagi kami, komunitas
Postulat-Novisiat SCj St. Yohanes. Hari
itu kami melakukan pendakian gunung Tanggamus, bertepatan dengan Pesta Yesus
Menampakkan Kemuliaan-Nya. Pendakian ini diikuti juga oleh beberapa romo paroki
yakni RP. Fl. Sepiono,
SCJ, RP. Ant. Dwi Putranto,
SCJ, dan RP. Yust. Eko Yuniarto, SCJ serta 5 OMK dari
Mesuji. Sedangkan dari komunitas Postulat-Novisiat ada 2 romo yakni RP.Susanto,
SCJ, dan RP.Mardani, SCJ, serta 10 postulan dan 14 novis karena 2 novis
berhalangan untuk ikut. Betapa pun, pendakian kali ini lebih ramai dari tahun lalu.
Bagi
saya sebagai seorang novis , pendakian gunung ini menjadi pengalaman kedua dan
juga dua kali lebih berkesan. Tidak seperti permenungan-permenungan saya sebelumnya, kali ini
saya merenungkan sambil menjalani apa yang saya renungkan itu. Yesus
menampakkan kemuliaan-Nya di atas puncak gunung. Kali ini saya memiliki titik
permenungan yang sekaligus sebagai modal yang baik untuk
mendaki,
yakni sebuah keyakinan bahwa Tuhan Yesus telah menunggu kami di atas puncak
gunung. Keyakinan ini membuat saya bersemangat untuk dapat bertemu Tuhan di sana. Saya percaya akan ada banyak
kejutan yang Tuhan siapkan hari ini dalam perjalanan dan terlebih saat sampai
di puncak gunung.
Pendakian
kali ini bagi saya juga menjadi pendakian yang dua kali lebih sulit
dibandingkan tahun lalu ketika saya masih menjadi seorang postulan. Cuacanya
cukup buruk untuk melakukan
pendakian. Hal inilah yang membuat suhu menjadi sangat dingin dan medan menjadi
lebih sulit dan berbahaya untuk dilalui. Meskipun kami ditemani oleh suhu yang
sangat dingin akibat diguyur hujan ketika dalam pendakian di dalam hutan, namun
semua itu tidak dapat mengalahkan hangatnya kebersamaan, canda tawa dan semangat
kami selama mendaki.
Saya pun lebih dapat menikmati pendakian
kali ini karena keyakinan bahwa ini adalah bagian dari kejutan dari Tuhan
untukku dan masih akan ada kejutan lain yang lebih besar menunggu di atas
puncak gunung. Sebagai seorang novis, saya juga terbakar semangatnya oleh
karena melihat para pstulan yang dengan begitu gembira dan semangat melakukan
pendakian ini. Perjalanan pendakian ini memang berat dan sulit, tapi Tuhan
mengutus orang-orang disekitarku untuk memberikanku kekuatan. Saya ingin segera
sampai di puncak, menyaksikan “kemuliaan” Tuhan disana.
Namun,
apa yang saya dapat setelah saya sampai di puncak gunung? Tepat disaat kami
akan memulai Ekaristi, awan gelap menutupi kami semua. Suhu udara yang
sebelumnya memang sudah dingin menjadi lebih dingin lagi dibandingkan
sebelumnya. Akhirnya ketika kami harus merayakan perayaan Ekaristi justru pada
saat itulah hujan turun dengan sangat lebat. Saya sungguh sangat kecewa dengan
kejadian ini. “Kenapa Tuhan disaat kami hendak merayakan Ekaristi justru Engkau mengguyur kami dengan ribuan air
hujan ini?” gerutu saya dalam hati.
Gigi
saya berkertakan dan saya memeluk erat-erat jubah saya dibawah sebuah payung
bocor yang saya bawa. Saya masih tidak habis pikir, kenapa semua ini harus
terjadi. Namun, ketika saya protes kepada Tuhan atas semuanya itu, saat itu juga saya
melihat pemandangan indah yang sangat menyentuh hati saya. Saya melihat di sekitar saya duduk. Dalam dinginnya
suhu udara waktu itu, serta badan yang sudah lelah, saya melihat hangatnya persaudaraan
di antara kami. Saya melihat para romo
yang dengan caranya masing-masing mencoba melindungi hosti dan anggur yang akan
segera menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Saya melihat para saudara saya yang
berbagi handuk untuk melindungi mereka dari derasnya air hujan, karena tidak
semua dari kami membawa payung.
Menyaksikan
pemandangan langka ini, saya bisa melihat bagaimana ketika tak banyak lagi yang
bisa kami lakukan, kami semua berfokus pada ekaristi, itulah sumber kehangatan
kami satu-satunya waktu itu. Saat itulah kejutan terbesar dari Tuhan di atas puncak gunung kusadari. Tuhan
memancarkan kemuliaan-Nya di atas
puncak gunung dalam ekaristi. Dalam ekaristi inilah Tuhan benar-benar
menampakkan kasih kemuliaan-Nya kepada saya secara personal. Ekaristi yang
sungguh memancarkan kasih karena dalam perayaan itu sarat dengan tindakan kasih
antar kami. Melayani sesama adalah simbol yang sangat indah dalam ekaristi
waktu itu.
Tuhan
memperlihatkan bagaimana hangatnya persaudaraan di antara kami mampu mengalahkan hawa
dingin disekitar kami. Inilah ekaristi yang paling menyentuh dalam hidupku. Ekaristi
ini menjadi moment saat
Tuhan mencoba mengingatkanku sebagai seorang novis, untuk lebih mencintai
ekaristi lebih dari sebelumnya. Sungguh pengalaman yang indah. Akhirnya, saya
dan rombongan turun dengan hati yang telah hangat oleh karena peristiwa iman
tadi. Oleh karena itu, licinnya jalan ketika kami harus turun gunung tidak
membuat kami kecil hati.
Perjalanan
menuruni gunung Tanggamus menjadi perjalanan syukur yang indah bagi saya.
Betapa selama ini saya kurang menyadari akan agungnya ekaristi, ketika perayaan
itu dirayakan di tempat
yang bersih, nyaman dan dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai. Tuhan
baru saja memberikan sebuah rahasia besar untuk menjalani masa novisiat kepada
saya. Poin penting yang hendak ditekankan pada masa novisiat ialah “pengalaman
akan Allah” dan melalui ekaristi saya akan mengalami pengalaman itu setiap
hari.
Fr.
Cornelius Cahya Sandi
Novis SCJ angkatan 2014-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar