Minggu, 10 Agustus 2014

EKARISTI: CINTA KASIH YANG MENGHANGATKAN



Rabu, 6 Agustus 2014, menjadi hari yang sangat bermakna bagi kami, komunitas Postulat-Novisiat SCj  St. Yohanes. Hari itu kami melakukan pendakian gunung Tanggamus, bertepatan dengan Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya. Pendakian ini diikuti juga oleh beberapa romo paroki yakni RP. Fl. Sepiono, SCJ, RP. Ant. Dwi Putranto, SCJ, dan RP. Yust. Eko Yuniarto, SCJ serta 5 OMK dari Mesuji. Sedangkan dari komunitas Postulat-Novisiat ada 2 romo yakni RP.Susanto, SCJ, dan RP.Mardani, SCJ, serta 10 postulan dan 14 novis karena 2 novis berhalangan untuk ikut. Betapa pun, pendakian kali ini lebih ramai dari tahun lalu.
Bagi saya sebagai seorang novis , pendakian gunung ini menjadi pengalaman kedua dan juga dua kali lebih berkesan. Tidak seperti permenungan-permenungan saya sebelumnya, kali ini saya merenungkan sambil menjalani apa yang saya renungkan itu. Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di atas puncak gunung. Kali ini saya memiliki titik permenungan yang sekaligus sebagai modal yang baik untuk mendaki, yakni sebuah keyakinan bahwa Tuhan Yesus telah menunggu kami di atas puncak gunung. Keyakinan ini membuat saya bersemangat untuk dapat bertemu Tuhan di sana. Saya percaya akan ada banyak kejutan yang Tuhan siapkan hari ini dalam perjalanan dan terlebih saat sampai di puncak gunung.




Pendakian kali ini bagi saya juga menjadi pendakian yang dua kali lebih sulit dibandingkan tahun lalu ketika saya masih menjadi seorang postulan. Cuacanya cukup buruk untuk melakukan pendakian. Hal inilah yang membuat suhu menjadi sangat dingin dan medan menjadi lebih sulit dan berbahaya untuk dilalui. Meskipun kami ditemani oleh suhu yang sangat dingin akibat diguyur hujan ketika dalam pendakian di dalam hutan, namun semua itu tidak dapat mengalahkan hangatnya kebersamaan, canda tawa dan semangat kami selama mendaki.
Saya pun lebih dapat menikmati pendakian kali ini karena keyakinan bahwa ini adalah bagian dari kejutan dari Tuhan untukku dan masih akan ada kejutan lain yang lebih besar menunggu di atas puncak gunung. Sebagai seorang novis, saya juga terbakar semangatnya oleh karena melihat para pstulan yang dengan begitu gembira dan semangat melakukan pendakian ini. Perjalanan pendakian ini memang berat dan sulit, tapi Tuhan mengutus orang-orang disekitarku untuk memberikanku kekuatan. Saya ingin segera sampai di puncak, menyaksikan “kemuliaan” Tuhan disana.



Namun, apa yang saya dapat setelah saya sampai di puncak gunung? Tepat disaat kami akan memulai Ekaristi, awan gelap menutupi kami semua. Suhu udara yang sebelumnya memang sudah dingin menjadi lebih dingin lagi dibandingkan sebelumnya. Akhirnya ketika kami harus merayakan perayaan Ekaristi justru pada saat itulah hujan turun dengan sangat lebat. Saya sungguh sangat kecewa dengan kejadian ini. “Kenapa Tuhan disaat kami hendak merayakan Ekaristi justru Engkau mengguyur kami dengan ribuan air hujan ini?” gerutu saya dalam hati.
Gigi saya berkertakan dan saya memeluk erat-erat jubah saya dibawah sebuah payung bocor yang saya bawa. Saya masih tidak habis pikir, kenapa semua ini harus terjadi. Namun, ketika saya protes kepada Tuhan atas semuanya itu, saat itu juga saya melihat pemandangan indah yang sangat menyentuh hati saya. Saya melihat di sekitar saya duduk. Dalam dinginnya suhu udara waktu itu, serta badan yang sudah lelah, saya melihat hangatnya persaudaraan di antara kami. Saya melihat para romo yang dengan caranya masing-masing mencoba melindungi hosti dan anggur yang akan segera menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Saya melihat para saudara saya yang berbagi handuk untuk melindungi mereka dari derasnya air hujan, karena tidak semua dari kami membawa payung.



Menyaksikan pemandangan langka ini, saya bisa melihat bagaimana ketika tak banyak lagi yang bisa kami lakukan, kami semua berfokus pada ekaristi, itulah sumber kehangatan kami satu-satunya waktu itu. Saat itulah kejutan terbesar dari Tuhan di atas puncak gunung kusadari. Tuhan memancarkan kemuliaan-Nya di atas puncak gunung dalam ekaristi. Dalam ekaristi inilah Tuhan benar-benar menampakkan kasih kemuliaan-Nya kepada saya secara personal. Ekaristi yang sungguh memancarkan kasih karena dalam perayaan itu sarat dengan tindakan kasih antar kami. Melayani sesama adalah simbol yang sangat indah dalam ekaristi waktu itu.
Tuhan memperlihatkan bagaimana hangatnya persaudaraan di antara kami mampu mengalahkan hawa dingin disekitar kami. Inilah ekaristi yang paling menyentuh dalam hidupku. Ekaristi ini menjadi moment saat Tuhan mencoba mengingatkanku sebagai seorang novis, untuk lebih mencintai ekaristi lebih dari sebelumnya. Sungguh pengalaman yang indah. Akhirnya, saya dan rombongan turun dengan hati yang telah hangat oleh karena peristiwa iman tadi. Oleh karena itu, licinnya jalan ketika kami harus turun gunung tidak membuat kami kecil hati.




Perjalanan menuruni gunung Tanggamus menjadi perjalanan syukur yang indah bagi saya. Betapa selama ini saya kurang menyadari akan agungnya ekaristi, ketika perayaan itu dirayakan di tempat yang bersih, nyaman dan dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai. Tuhan baru saja memberikan sebuah rahasia besar untuk menjalani masa novisiat kepada saya. Poin penting yang hendak ditekankan pada masa novisiat ialah “pengalaman akan Allah” dan melalui ekaristi saya akan mengalami pengalaman itu setiap hari.


                                                                                                                    
Fr. Cornelius Cahya Sandi
Novis SCJ angkatan 2014-2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar