20 Juli 2015, komunitas Skolastikat SCJ Yogyakarta
terlihat ramai. Sekitar 400 orang hadir memenuhi ruangan kapel Skolastikat SCJ.
Deretan kursi di bagian luar kapel juga ditempati undangan, keluarga para SCJ,
dan para biarawan biarawati. Kehadiran mereka tidak lain adalah ikut mendukung
dan mendoakan para farter yang akan berprasetya kekal, para frater yang
membaharui kaul, dan kelima imam SCJ yang merayakan 25 tahun hidup membiara.
Hari ini menjadi saksi sejarah hidup panggilan
kesembilan frater yang menyatakan kebulatan hati mempersembahkan hidup
seutuhnya bagi Tuhan. Kesembilan frater yang mengikrarkan kaul kekal
adalah Fr. Petrus Cipto Nugroho SCJ, Fr. Hieronimus Indra Sepriandika SCJ, Fr.
Bonifasius Juspani Lase SCJ, Fr. Antonius
Tugiyatno SCJ, Fr.
Florentinus Suryanto SCJ, Fr. Andreas Sudi Novianto SCJ, Fr. Leo Adi Widiangga
SCJ, Fr. Bernardus Chandra Wahyudi SCJ, dan Fr. Hendrikus Hendrik Ardiyanto
SCJ. Kelima imam
yang merayakan 25 tahun hidup membiara adalah Rm. Julianus Sukamto SCJ, Rm.
Yoseph Sutrisno Amirullah SCJ, Rm. Antonius Dwi Pramono SCJ, Rm. Robertus
Sutopo, SCJ, dan Rm. Christianus Hendrick, SCJ.
Tepat pukul 9.30 WIB,
rombongan misdinar, para imam, misdinar,
para
frater yang kaul kekal didampingi orang tua memasuki kapel. Lagu pembuka perayaan, “Panggilan Tuhan” mengiringi petugas misdinar, para frater kaul kekal
yang didampingi orang tua, dan dan rombongan para imam. Kehadiran umat, keluarga, para biarawan dan
biarawati turut mendukung dan mendorong niat mereka. Perayaan
ini dipimpin oleh Rm. Titus
Waris Widodo, SCJ,
wakil provinsial
SCJ Indonesia didampingi Rektor
Skolastikat SCJ, Rm. F.X. Tri Priyo Widarto, SCJ, dan Rm. Yulius Sunardi, SCJ.
“Let
Your Heart Not Be Afraid (Luk 5:10)” menjadi tema yang dipilih
oleh kesembilan frater ini. Kutipan Injil Lukas di atas menjadi inspirasi bagi
kesembilan frater dalam perayaan kaul kekal. Para frater menyadari bahwa
perjalanan hidup mereka tidak mulus dan mudah. Ada banyak lubang dan duri yang
dialami, ada banyak tantangan yang tak pernah berakhir dialami dalam hidup ini.
Tawaran-tawaran dan kenikmatan dunia yang kadang menjanjikan hidup nyaman dan
enak, seringkali menjadi bagian dari hidup. Kawatir dan cemas, itulah yang
mereka alami. Namun apakah kita harus lemah dan takluk terhadap semua itu?
Apakah itu memberikan jaminan hidup abadi? “Segala kerapuhan dan kecemasan akan
berakhir hanya di dalam Dia“ tutur Fr. Petrus yang menjalani TOPP di Paroki St.
Gregorius Mayang, Jambi.
Selama kurang lebih satu tahun, para frater menjalani
orientasi pastoral dan panggilan di paroki (TOPP). Banyak pengalaman dan tantangan dalam pastoral dan panggilan.
Kadang pengalaman-pengalaman itu membuat hidup panggilan mereka semakin teguh
namun terkadang hidup seolah kehilangan arah. Meski demikian hal itu menjadi
kesempatan semakin memurnikan dan menjernihkan motivasi panggilan. “Banyak
kisah dan pengalaman selama TOPP. Seribu satu macam kisah dan pengalaman” tutur
Frater Juspani yang menjalani TOPP di Paroki Allah Mahamurah, Pasang Surut.
Prasetya kekal
merupakan salah satu tahap yang harus dialami seorang calon dalam proses
formatio menjadi
biarawan.
Tahap ini menjadi pertanda bahwa yang bersangkutan dengan keputusan sadar dan
bebas dan secara
definitif memilih hidup seutuhnya bagi Tuhan. Tentu keputusan ini diambil
setelah seorang pribadi benar-benar merasa siap untuk mempersembahkan diri seutuhnya
bagi Tuhan. Persembahan diri
itu diungkapkan dalam prasetya kekal untuk hidup menurut ketiga nasihat Injili,
yakni kaul kemurnian, kaul kemiskinan, dan kaul ketaatan. Ketiga nasihat Injil
ini harus dihayati terus menerus dalam hidup religius yang melambangkan
kesetiaan terhadap Kristus. Keyakinan itu pula yang mendorong kesembilan frater
ini berani mempersembahkan diri kepada Tuhan.
Dalam homilinya, Rm. Titus,
SCJ menegaskan bahwa kita yang hendak membaktikan dan mengikuti Kristus secara
definitif, bukanlah orang suci. Kita ini penuh kerapuhan, dosa, tak berdaya.
Karena itulah kita dipanggil kepada kesucian hidup melalui penghayatan ketiga
kaul hidup membiara. Menjalani panggilan Hidup sebagai
seorang Religius semestinya selalu menampakan sukacita. Sukacita yang kita
berikan dapat berbuah dan dapat dirasakan dampaknya oleh banyak oleh yang
mengalami perjumpaan dengan kita. Sehingga semakin banyak pula orang muda yang
tertarik untuk menjadi Biarawan dan Imam”. “Sebagai orang yang lemah, kita juga
senantiasa selalu diajak untuk mengandalkan Tuhan sebagai Sumber kekuatan dan
tetap memohon kesetiaan dalam menjalani panggilan hidup membiara sebagai
biarawan SCJ,” tutur Romo Titus.
Di akhir homili, Rm. Titus mengajak para frater dan
romo yang berpesta perak, dan seluruh umat untuk menyadari, memang
setiap orang pernah mengalami kekhawatiran,
kecemasan, kegelisahan yang membuat diri tidak nyaman. Pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan semacam itu membuat kita tidak berkembang. Marilah kita
berpikir yang positif dan berusaha dalam hidup kita untuk mengalami
transformasi hidup. “Sebagai seorang SCJ yang memiliki semangat hati yang terbuka
hendakya dapat mewartakan sukacita dimanapun berada. Para anggota SCJ harus berbagi kasih dari hati Yesus sebagai sumber cintakasih
untuk melayani sesama sehingga
Kerajaan
Hati Kudus Yesus makin
merajai hati semua orang, ungkap Rm. Titus.
Perayaan ini ditutup dengan ramah tamah pesta kebun (standing
party) di halaman Skolastikat SCJ bersama seluruh umat yang hadir.
Tembang-tembang keroncong mengiringi santap siang bersama para pestawan dan
seluruh umat. Proficiat kepada para frater dan para romo yang berpesta perak hidup
membiara.
oleh fr. Emil SCJ dan fr. Maxi SCJ (Skolastik yang tinggal di Yogyakarta)
Proficiat kepada para Frater dan Romo. Semoga Allah senantiasa menyertai dan menguatkan engkau dalam hidup membiara. Tuhan Yesus Kristus bersama kita.
BalasHapus