Selasa, 14 Desember 2010

Sari Berita Propinsi bulan September 2010

1. Workshop “Self-empowering”

Sesuai dengan rencana workshop “Self-empowering” telah diadakan di rumah retret La Verna pada tanggal 19-25 September 2010. Workshop itu diikuti oleh 28 peserta yang terdiri dari 11 suster Charitas, 5 suster Hati Kudus, 4 suster FSGM, dan 8 imam SCJ. Suster KKS tidak jadi mengikutsertakan anggotanya karena mereka sedang persiapan kapitel.

Dalam workshop tersebut para peserta dibantu untuk mampu meng-empowering diri sendiri sehingga menjadi pribadi yang tangguh, ulet, dan tahan banting dalam menghadapi kesulitan. Dasar pijakan refleksi adalah Adversity Quotient (AQ) yaitu suatu kajian yang menerangkan bahwa salah satu kunci keberhasilan adalah kemampuan manusia untuk terus bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Paul G. Stoltz menerangkan  AQ dengan membedakan 3 tipe manusia: Quitters, Campers, dan Climbers. Tipe quitters  adalah orang-orang yang memilih berhenti, menyerah pada tantangan. Ibaratnya pendaki gunung, mereka baru melangkah beberapa meter dan mendapati bahwa tenyata gunung itu licin, banyak batu terjal menghadang di jalan setapak, belum lagi binatangan buas yang sewaktu-waktu bisa mengancam; oleh karena itu mereka memutuskan untuk menghentikan pendakian. Orang-orang seperti itu jelas tidak akan pernah sampai ke puncak gunung; tidak akan pernah sukses.

Rupanya ada juga yang orang-orang yang mencoba terus bertahan dalam kesulitan. Mereka terus mendaki gunung itu dengan berbagai cara sampai akhirnya mereka sampai pada tempat tertentu di mana mereka bisa melihat pemandangan alam sekitar yang indah. Karena mereka sudah merasa puas dan tidak mau menanggung resiko lebih berat mereka memilih berhenti di situ dan membangun kemah di sana. Merekalah yang disebut tipe Campers. Mereka bisa dikatakan sukses dalam tahap tertentu tetapi belum berhasil sampai ke puncak gunung di mana masih terdapat pemandangan yang sangat indah.

Hanya mereka yang bertipe Climbers akan terus mendaki dan berusaha semaksimal mungkin untuk sampai ke puncak gunung. Merekalah orang-orang yang tahan banting, tabah dalam menghadapi kesulitan, dan terus berusaha mencapai tujuan.

Acara ini dikemas dalam dua sesion besar: 4 hari workshop dan 3 hari retret mini. Selama 4 hari pertama para peserta diajak untuk belajar bersama bagaimana mengembangkan adversity quotient (AQ) lewat presentasi dari pendamping, refleksi pribadi, dan sharing kelompok. Tiga hari terakhir diisi dengan retret mini dimana para peserta diajak untuk belajar dari tokoh-tokoh biblis seperti Yusup, Maria Magdalena, Marta, dan Petrus. Setiap pagi para peserta juga diajak untuk oleh rohani dengan meditasi terpimpin yang dipandu P. Yohanes Haryoto, SCJ.

Selama acara ini para peserta juga mendapat kesempatan untuk pertemuan pribadi bersama dengan para pendamping: Sr. Vincentia FSGM, Sr. Winanda HK, Sr. Skolastika FCh, P. Blasius Sumaryo, P. Yohanes Rasul Susanto SCJ, P. Yohanes Haryoto SCJ, dan P. Titus Waris Widodo SCJ.

Secara umum acara ini berjalan dengan baik. Sebagaimana terungkap dalam sharing maupun evaluasi para peserta merasa mendapat manfaat yang besar. Sesuai dengan masukan dari para peserta kegiatan seperti akan diadakan lagi di rumah retret Giri Nugraha, Palembang pada tanggal 23 Februari sampai dengan tangal 1 Maret 2011.
 
………………

2. Perayaan “Pesta emas Hidup membiara” Rm. Jozef Kurkowski

Charitas Christi Urget Nos

Tiga perempat dari gereja Paroki Santo Barnabas Pamulang, Tanggerang Banten Rabu sore 29/9/2010 itu dipenuhi umat. Deretan depan dipenuhi oleh duta besar Polandia dan staf kedutaannya. Di bagian kiri, Koor sedang menyanyikan lagu-lagu rohani. Sore itu, umat datang untuk merayakan 50 tahun hidup membiara dari Romo Jozef Kurkowski, SCJ.

Bagi Romo Jozef, 50 tahun hidup membiara memiliki makna yang sangat indah. Selama setengah abad ini ia merasakan Tuhan begitu mencintainya. karena itu, motto hidupnya tepat: Charitas Christi Urget Nos. artinva, cinta Kristus mendorong kita.

Romo Jozef mengalami cinta Tuhan itu mendorongnya dalam hidup sebagai  biarawan SCJ dalam sukses dan gagal. Untuk itu, ia bersyukur. la merasakan hidup sebagai biarawan itu membahagiakan.

“Saya merasa cepat berlalu seperti kemarin saja. Saya ucapkan syukur kepada Tuhan yang mahabaik. Syukur dan terima kasih Kepada kongregasi SCJ kata Romo Jozef dalam kotbahnva pada Perayaan Ekaristi 50 tahun hidup membiara di gereja Paroki Santo Barnabas Pamulang.

Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Mgr Aloysius Sudarso, SCJ, Uskup Agung palembang dalam sambutannva, Mgr Sudarso mengatakan bahwa tidak banyak lagi misionaris seusia Romo Jozef yang ada di tengah-tengah umat. Menurutnva, Romo Jozef berkarya di daerah yang sulit di Keuskupan Agung Palembang dan Tanjungkarang. Itulah suatu pengorbanan dan tekad untuk mengikuti Yesus. Hal itu menjadi suatu kenangan akan Yesus kristus.

Dalarn perjalanan karyanya di Sumatera Bagian Selatan, Romo Jozef mesti berjuang. Jalan yang rusak dan becek. Dua kali ia mengalami kecelakaan motor hingga kakinya patah. "Ada satu tempat di Sumatera Selatan di mana saya dilarang masuk. Saya tidak boleh melayani umat disitu," kata Romo Jozef tentang tantangan karyanya yang dihadapinya.

Namun ia tetap maju, ia tidak berhenti pada tantangan­ tantangan itu. la tetap melayani umat, karena ia mencintai umat Allah.

Bagi Mgr Sudarso, hidup membiara adalah milk gereja. Hidup membiara merupakan salah satu kekayaan dari gereja. "ini cara hidup yang berbeda, tetapi cara hidup yang mengikuti hidup Kristus sendiri. Di dalam gereja ada cara hidup berkeluarga yang juga hidup yang suci. Tanpa keluarga, Romo Jozef tidak ada di tengah-tengah kita. Semoga perayaan ini membawa bahagia bagi Romo Jozef, tetapi juga melalui kita sebagai gereja," kata Mgr Sudarso.

Untuk itu, umat mesti berusaha untuk melanjutkan cara hidup ini bagi anak-anak  dan orang-orang muda yang rela memberikan dirinya untuk melayani Tuhan melalui Gereja. Hidup membiara menjadi suatu cara hidup seperti Yesus. Mereka yang menjalani hidup membiara memberikan kesaksian akan Yesus yang tetap berkarya di tengah-tengah umat Allah.

"Kita butuhkan para imam dan religius di tengah-tengah kita, agar gereja tetap hidup. Kita butuh keluarga-keluarga tempat tumbuhnya  panggilan-­panggilan," tandas Mgr Sudarso.

Di usianya yang he-66 tahun, Romo Jozef merayakan ulang tahun hidup membiara ke 50 ia tidak kelihatan tua. Ia selalu tampak muda seperti pohon pinus yang ever green (selalu hijau) sebagai gambaran hidup yang panjang.

Menurut Mgr Sudarso, inilah kekhasan dari Romo Jozef. "Hidup membiara adalah hidup yang ingin melestarikan apa yang diberikan oleh Kristus, yaitu keselamatan, keabadian dalam kebaikan yang kita buat, kejujuran, kasih dari  apa yang kita berikan. Dengan demikian, kita mengalami hidup.

Semoga paroki kita menampakkan Yesus yang hidup," kata Mgr Sudarso. Untuk itu, Mgr Sudarso mengajak umat untuk mewarisi hidup sederhana clan taat yang telah ditunjukkan oleh Romo Jozef dalam hidup sehari-hari sebagai biarawan SCJ.

Semoga apa yang sudah diberikan oleh Rm Jozef dapat menjadi warisan yang kita lanjutkan dalam hidup kita.

Semoga Romo Jozef dapat dipakai Tuhan untuk menjadi berkat yang berkelimpahan," harap Mgr Sudarso.

Sementara itu, bagi Johny Purwanto, perayaan 50 tahun hidup membiara merupakan moment yang bersejarah bagi Paroki Santo Barnabas. Ia mengatakan, sejak 16 tahun paroki ini berdiri, baru kali ini seorang gembala merayakan 50 tahun hidup membiara.

”Perjalanan Hidup membiara pastor Jozef mcnginspirasi kami umat paroki untuk lebih setia dalam panggilan sebagai awam. Dalam kesibukan kami, kami diberi kesempatan untuk melayani Tuhan melalui sesama umat paroki. Inspirasi ini sungguh menguatkan kami  untuk setia seperti Romo
Jozef adanya.

Beliau mengambil tema Yang bagus sekali, yaitu Charitas Christi Urget Nos. Semoga kasih Kristus yang sama juga mendorong kami kaum awam untuk setia dalam tugas, khususnya dalam gereja ini," kata Johny Purwanto, ketua Dewan Pastoral Paroki St Barnabas Pamulang.

Malgorzata Tanska, duta besar Polandia untuk Indonesia, merasa bangga memililki imam yang merelakan hidupnva untuk bekerja di Indonesia. Baginya, Romo Jozef adalah orang yang penuh tanggungjawab dalam melaksanakan karya-karya vang ditugaskan kepadanya.

Namun la mengaku bahwa hal itu tidak gampang. "Romo Jozef mesti belajar budaya dan kebiasaan baru. Romo Jozef mesti menyesuaikan diri dengan kondisi yang kadang-kadang cukup berat untuk romo. Atas nama kedutaan, saya mau haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi romo yang telah bekerja selatna 39 tahun di Indonesia," kata Malgotraza Tanska dalam kata sambutannya.

Untuk menghadapi hidup yang kadang-kadang sulit, Romo Jozep berusaha untuk solider dan toleran terhadap situasi di sekitarnya. Hal inilah yang membuat Romo tetap setia menjalani hidup sebagai biarawan dan imam SCJ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar